Air Seni Nyi Mas Gandasari Analogi Strategi Sunan Gunung Jati dalam Kisah Penaklukan Rajagaluh

12 Oktober 2022, 12:45 WIB
Air Seni Nyi Mas Gandasari Analogi Strategi Sunan Gunung Jati dalam Kisah Penaklukan Rajagaluh /YouTube Wali Songo

PORTAL MAJALENGKA - Rajagaluh.Setelah memenangkan peperangan pasukan Cirebon tak mampu masuk ke dalam ibu kota Rajagaluh, karena mereka terhalang sungai yang tertutup secara misteri.

Sebagaimana telah ditulis dalam Kisah Kesaktian Nyi Mas Gandasari Kunci Penentu Kemenangan Penaklukan Rajagaluh.

Sunan Gunung Jati kemudian berinisiatif dengan mengirimkan Nyi Mas Gandasari untuk diperankan dalam strategi barunya guna mengatasi masalah yang terjadi saat itu.

Baca Juga: Kisah Tumbangnya Kerajaan Banten, Sultan Hasanuddin dan Sultan Maulana Muhammad Keturunan Sunan Gunung Jati

Keputusan Sunan Gunung Jati dengan mengutus Nyi Mas Gandasari tersebut akhirnya membuahkan hasil, bukan hanya bisa membuka jalan masuk, bahkan Rajagaluh dengan cepat bisa ditaklukan.

Nyi Mas Ganda Sari secara sempurna dapat melaksanakan peran kuncinya dengan berhasil membawa ajimat lambang kebesaran Rajagajuh.

Peristiwa itu merupakan salah satu cerita yang sangat bersejarah dalam catatan perjuangan Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan agama islam diwilayah Jawa Barat khususnya Cirebon dan sekitarnya.

Baca Juga: Sejarah Islam Banten, Sudah Ada Sebelum Sultan Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati Datang Membawa Islam

Umumnya karakter tulisan dalam kisah para wali, cerita yang diangkat cenderung menonjolkan sisi kesaktian ataupun beberapa karomah yang mengagumkan, akan tetapi hal tersebut memang bukan sekedar rekaan, bisa saja benar terjadi demikian.

Sebagai perbandingan kita bisa menengok kisah-kisah rasul dalam alqur’an. Mereka dibekali Allah SWT dengan berbagai mukjizat, adapun kemudian para wali memiliki kelebihan berbagai karomah tentu bukan sesuatu yang mustahil karena mereka adalah para anbiya (penerus nabi).

Cerita sejarah atau babad-babad Cirebon baik tertulis maupun yang dituturkan banyak menggunakan analogi serta simbol-simbol.

Baca Juga: Di Balik Sepotong Bambu (Bumbung Pring) Simbol Sunan Gunung Jati Sambut Syekh Magelung Sakti

Dalam hal itu besar kemungkinan istilah serta simbol-simbol dalam cerita tersebut digunakan untuk menyederhanakan peristiwa yang rumit dan panjang, atau bisa juga untuk menyamarkan isi pesan dari cerita itu sendiri.

Salah satu simbol yang tampak dari cerita penaklukan Rajagaluh adalah analogi air seni Nyimas Gandasari.

Dimana digambarkan keberadaan sungai yang diliputi misteri hawa panas seperti kobaran api, mendadak padam dan hilang saat diatasi dengan air seni dari Nyi Mas gandasari.

Dari kisah tersebut selain bisa dirujuk sebagai bentuk karomah, juga bisa dimaknai sebagai tanda kejelihan serta kecakapan Sunan Gunung Jati dalam mengatur stategi perang.

Sunan Gunung Jati dengan segala kecerdasan yang dimilikinya mampu membaca peluang kecil dan berhasil memanfaatkankanya dengan tepat.

Sehingga seluruh kekuatan dan kehebatan Prabu Cakraningrat yang disimbolkan pagar api yang kuat itu, seketika runtuh dengan sedikit siraman air seni saja.

Bahkan Prabu Cakraningrat tanpa sadar menyerahkan simbol kekuasaan dan kejayaannya pada Nyimas Gandasari, yang menjadi pemeran kunci dalam strategi tersebut.

Dari kisah itu pula kita juga bisa membaca satu pesan mengenai kesucian dalam sebuah perjuangan, sekaligus perwujudan emansipasi yang ditegaskan dengan kedirian Nyi Mas Gandasari sebagai sosok perempuan suci atau dikenal istilah perawan sunti.

Dalam memaknahi serta menyikapi berbagai sejarah para wali, khususnya mengenai kisah penaklukan Rajagaluh ini, mungkin kiranya tepat kalau kita juga cermati nasehat bijak Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berikut ini:

“Islam itu datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita jadi budaya Arab. Bukan untuk ‘aku’ menjadi ‘ana’, ‘sampeyan’ jadi ‘antum’, ‘sedulur’ jadi ‘akhi’. Kita pertahankan milik kita. Kita harus serap ajarannya, nukan budaya Arabnya.”

“Islam di Indonesia itu timbul dari basis kebudayaan. Jika itu dihilangkan, maka kemungkinannya ada dua, yaitu pertama kebudayaan akan mati, kedua Islam akan hancur. Pesan saya, jadilah pemikir yang sehat.”***

Editor: Muhammad Ayus

Tags

Terkini

Terpopuler