Tradisi Perayaan 1 Syuro, Rebo Wekasan dan Nisfu Sya'ban Bukan Tradisi Asli dari Nusantara? Begini Sejarahnya

3 Agustus 2022, 16:02 WIB
Tradisi Perayaan 1 Syuro, Rebo Wekasan dan Nisfu Sya'ban Bukan Tradisi Asli dari Nusantara? Begini Sejarahnya /

 

PORTAL MAJALENGKA - Perayaan 1 dan 10 Syuro dengan penanda Bubur Syuro, tradisi Rebo Wekasan atau Arba’a Akhir di bulan Safar, bukan tradiai asli Nusantara. 

Begitu juga tradisi Nisfu Sya’ban, paham wahdatul wujud; larangan menyelenggarakan hajat menikahkan keluarga, mengkhitankan anak dan pindah rumah pada bulan Syuro.

Pembacaan kasidah-kasidah yang memuji Nabi Muhammad Saw dan ahlul bait; si’iran pepujian yang ditujukan kepada Ali bin Abi Thalib dan keturunannya.

Baca Juga: Kisah Sunan Ampel Ditikam Dengan Keris Oleh Penguasa Madura

Juga dengan wirid-wirid yang diamalkan kalangan muslim tradisional di Jawa adalah hasil pengaruh tradisi keagamaan Champa, disamapikan dalam Buku Atlas Walisongo karya Agus Sunyoto.

Bahkan, istilah “kenduri” pun, jelas menunjuk kepada pengaruh Syi’ah karena istilah itu dipungut dari bahasa Persia: “kanduri”, yakni upacara makan-makan di Persia untuk memperingati Fatimah az-Zahroh, putri Nabi Muhammad Saw.

Pengaruh dakwah Islam Sunan Ampel beserta putra, saudara, menantu, kemenakan, kerabat, dan murid-muridnya yang tersebar di berbagai tempat.

Baca Juga: Bukan Saja Sebagai Wali, Sunan Ampel Bupati Pertama di Surabaya

Tidak diragukan lagi telah memberikan kontribusi tidak kecil bagi terjadinya perubahan sosio-kultural-religius pada masyarakat yang sebelumnya mengikuti adat dan tradisi keagamaan Majapahit yang terpengaruh Hindu- Buddha dan Kapitayan.

Milsanya dalam kebiasaan hidup sehari-hari, misalnya, orang-orang Champa lazim memanggil ibunya dengan sebutan “mak”, sedangkan orang-orang Majapahit menyebut ibu dengan sebutan “ina”, “ra-ina”, atau “ibu”.***

Editor: Muhammad Ayus

Sumber: Buku Atlas Walisongo

Tags

Terkini

Terpopuler