DI BALIK Maraknya 'Sedekah Politik' Jelang Pilkades Serentak, Simak Penyebabnya di Sini

- 25 Mei 2023, 21:18 WIB
Ilustrasi: Di BALIIK Maraknya 'Sedekah Politik' Jelang Pilkades Serentak, Simak Penyebabnya di Sini
Ilustrasi: Di BALIIK Maraknya 'Sedekah Politik' Jelang Pilkades Serentak, Simak Penyebabnya di Sini /IniPurworej.com/Sudarno Ahmad Nashori

PORTAL MAJALENGKA - Biasanya sebelum memasuki hari H pemilihan kades, ada proses kegiatan kampanye bagi masing-masing kandidat.

Calon kades diberikan kesempatan untuk kampanye, pada saat itulah para calon kades berlomba dan mengerahkan segala cara untuk merebut simpati masyarakat.

Satu hal yang banyak dilakukan oleh para calon kades biasanya dimanfaatkan untuk sedekah politik. Istilah ini digunakan sebagai manipulasi praktek politik uang (money politics).

Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Perluas Implementasi Skema Full Registran

Sedekah Politik ini dilakukan dalam upaya untuk mendongkrak suara pemilih agar bisa memenangkan kontestasi pemilihan kepala desa (pilkades).

Secara umum target dari kegiatan sedekah politik ini menyasar kelompok masyarakat menengah ke bawah dan kerap terjadi jelang pemilihan.

Dari berbagai hasil analisa dan penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya praktik money politik disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah kemiskinan, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik dan kebudayaan.

Baca Juga: Super Versatile! 7 Posisi Berikut Ini Pernah Dimainkan Asnawi Mangkualam

1. Kemiskinan

Secara umum angka kemiskinan di Indonesia terbilang masih cukup tinggi, terutama di wilayah pedesaan.

Kemiskinan ini merupakan keadaan yang terjadi dari ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

Kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses pendidikan dan pekerjan, menekan sebagian masyarakat untuk segera mendapat uang dan/atau barang. 

Ruang inilah yang kemudian banyak dimanfaatkan dalam berbagai momen pemilihan, yang salah satunya adalah pilkades.

Baca Juga: MEMBACA Fenomena Strategi Pemenangan Pilkades Serentak 2023 di Kabupaten Cirebon

Money politic yang dimainkan dalam kontestasi pilkades pun menjadi ajang masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan mereka dan lebih parahnya menganggap hal demikian sebagai sedekah.

Sepertinya mereka tidak mau tahu bahkan tidak sedikit pun memikirkan konsekuensi yang akan diterima dari tindakan suap dan jual beli suara tersebut yang jelas tidak dibenarkan dan mencederai demokrasi.

Kesempatan seperti itu menjadi peluang mereka untuk mendapat uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Baca Juga: Asnawi Day! Simak Prediksi Jadwal, & Live Streaming Jeonnam Dragons vs Ulsan Hyundai di Piala FA Korea Berikut

Sebagian dari masyarakat juga berdalih sebagai wujud ganti rugi atas kerugian waktu kerja mereka saat di hari pencoblosan nanti.

2 Pemahaman Masyarakat Tentang Politik masih rendah

Kebanyakan masyarakat tidak semua melek atau tahu tentang politik. Mereka tidak mampu mengurai definisi, bentuk, serta efek yang ditimbulkan dari politik.

Penyebab kebutaan pada politik ini bisa karena kurangnya pembelajaran tentang politik di sekolah-sekolah.

Baca Juga: Sumber Anggaran Pilkades dari Mana? Simak Penjelasan Berikut

Ataupun masyarakatnya sendiri yang memang acuh, bahkan mungkin bosan terhadap praktik politik yang banyak digunakan hanya untuk menipu.

Hal tersebut dibuktikan dengan kondisi masyarakat saat ini tidak peduli terhadap sakralnya sistem demokrasi tersebut, hingga tak mau tahu track record si calon.

Sebagian mereka sudah berkesimpulan sama, bahwa ketika para calon terpilih dan berkuasa, nasib mereka pun tetap sama.

Baca Juga: 167 Nama Calon Kades dari 64 Desa Siap Ikuti Pilkades Serentak 2023 di Kabupaten Majalengka

 Jadi tidak mengenal para calon kades itupun, bukan masalah. Bahkan mungkin, tidak ikut menggunakan hak pilihnya pun tidak masalah.

3. Menganggap Wajar sebagai Budaya

Istilah "siapa menanam bakal memanen" sering disalah pahami dan kadang dikaitkan dengan istilah sedekah politik ini.

Masyarakat atau bahkan mungkin termasuk para kontestan sendiri yang melakukan praktik sedekah politik ini tidak menyadari bahwa hal tersebut punya resiko atau konsekuensi tinggi.

Baca Juga: MISTERI Jati Pereket dan Makhluk Gaib Penunggunya, Jadi Simbol Perjuangan Masyarakat Bantarjati Majalengka

Jika masyarakat menjadikan sedekah politik sebagai upaya menanam yang harus dibayar balik dengan suara mereka untuk memilih yang membayar, tentu anggapan ini sangat konyol.

Demikian juga sebaliknya calon kades yang berani mengeluarkan sedekah politik besar-besaran beranggapan ada dana desa yang besar, maka sungguh salah besar.

Penting diketahui masyarakat bahwa sesungguhnya negara telah berupaya keras untuk menyejahterakan masyarakatnya. Sehingga tidak sedikit dana atau anggaran yang digelontorkan ke Desa-desa.

Baca Juga: STRATEGI MENANG Pilkades Untuk Calon Penantang Menghadapi Petahana

Jadi kalau sampai menerima sedekah politik dari para calon kades yang seberapa itu. Justru hal tersebut seperti memberi pintu masuk bagi oknum yang ingin menguasai dana atau anggaran desa yang besar tersebut.

Dan perlu diketahui atau diingat pula bagi para calon kades yang berfikir atau ada niatan memanfaatkan hal tersebut, sudah banyak kades yang tersangkut kasus korupsi dana desa ini.

Sebaiknya sedekah ini jangan dianggap budaya. Jika terus dipraktekkan dalam tiap helatan pilkades sangat kecil harapan bakal menemukan pemimpin-pemimpin yang amanah.

Baca Juga: Kisah Asal Usul Desa Putri Dalem Kabupaten Majalengka yang Bernilai Sejarah

Tujuan negara untuk menyejahterakan warganya pun kian kabur dan sulit terwujud. Karena itu dimulai dari sekarang, mari manfaatkan pilkades serentak ini secara bersih agar dapat memilih kepala desa yang amanah. ***

Editor: Muhammad Ayus


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x