PORTAL MAJALENGKA - Pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa mengacu kepada candra sengkala atau sangkalan “Munggal mangil mangup djemblung gateling asu”. Munggal = 1, mangil = 1, mungup = 1, jemblung = 2, gateling = 1, asu = 1”, yaitu 11 121 1 atau 1–1 – 4--1.
Dikutip Portal Majalengka dari Sulendraningrat dalam karyanya 1984 bahwa ika angkanya dibalik, perhitungannya menjadi 1411. Sangkalan itu menunjukkan tahun 1141 Saka kala (Ç)/1489 M.
Dengan perhitungan yang sama bahwa pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dilangsungkan pada 1489 M. Sementara itu, pihak Keraton Kasepuhan Cirebon menyatakan bahwa pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa adalah pada tahun 1500 M.
Baca Juga: Keramat Gus Dur Paling Lucu, Tawar Menawar Jatah Umur dengan Malaikat
Hal tersebut berdasarkan sangkalan: “Waspada panembahé yuganing ratu”. Waspada = 2, panembahé = 2, yuganing = 4, ratu = 1, yaitu: 2241. Jika angkanya dibalik, perhitungannya menjadi 1422 Saka kala (Ç)/1500 M.
Untuk menyeragamkan informasi mengenai tahun pendirian Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Sultan Sepuh XIV P.R.A. Arief Natadiningrat menyebutkan bahwa pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dilangsungkan pada 1480 M, berdasarkan tulisan pada daun lontar yang tersimpan di Keraton Kasepuhan.
Pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dilakukan setelah selesai pemugaran Keraton Pakungwati.
Sunan Gunung Jati berkeinginan membangun masjid agung untuk hadiah sang istri dan kelak akan dijadikan pusaka Keraton Cirebon. Walangsungsang sebagai uwa dan mertua Sunan Gunung Jati tidak keberatan.
Walangsungsang bahkan ikut memimpin pengumpulan kayu-kayu berkualitas di Cirebon. Selain itu, Walangsungsang pun mengumpulkan tidak kurang dari 100 orang tukang.
Sementara itu, penanggung jawab sekaligus arsitek pembangunannya dipercayakan kepada Syekh Malaya (Sunan Kalijaga) dibantu oleh beberapa arsitek kenamaan Majapahit, seperti Raden Sepat dan Ki Gede Trepas.
Baca Juga: Tak Disangka! Mbah Kholil Bangkalan Ungkap Kewalian Seorang Pembantu, Keramat Wali Allah
Sementara itu, Sunan Gunung Jati memohon bantuan kepada Syekh Datuk Kahfi untuk menulis dan mengirim surat kepada Raja Mesir, Syarif Nurullah.
Adik kandung Sunan Gunung Jati itu diminta kesediaannya menyumbang kayu pilihan dari Mesir guna dijadikan saka guru (tiang utama) pada masjid yang akan dibangun.
Surat yang sama dikirimkan pula kepada Syekh Bentong (putra Syekh Quro‟) di
Surandil, Pasai.
Baca Juga: Dikabulnya Hajat Orang Tionghoa Berkat Mbah Kholil Bangkalan, Kisah Keramat Para Wali
Naskah Mertasinga selanjutnya memerinci kayu bahan saka guru berjumlah empat buah, yaitu masing-masing sumbangan dari Syarif Nurullah, dan Babu Dampul (Syarifah Mudaim, ibunda Sunan Gunung Djati) dari Mesir, Syekh Datuk Kahfi (Cirebon), dan Syekh Bentong (Surandil, Pasai).
Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, kiriman kayu Syekh Bentong tidak kunjung tiba ke Cirebon.
Oleh karena itu, satu saka kemudian diganti oleh Sunan Kalijaga dengan tatal (serpihan sisa kayu) yang dibuat sedemikian rupa (saka tatal).
Sampai akhirnya Masjid Agung Sang Cipta Rasa berdiri dan menjadi bangunan monumental bagi peradaban Islam di Nusantara.***