Walangsungsang bahkan ikut memimpin pengumpulan kayu-kayu berkualitas di Cirebon. Selain itu, Walangsungsang pun mengumpulkan tidak kurang dari 100 orang tukang.
Sementara itu, penanggung jawab sekaligus arsitek pembangunannya dipercayakan kepada Syekh Malaya (Sunan Kalijaga) dibantu oleh beberapa arsitek kenamaan Majapahit, seperti Raden Sepat dan Ki Gede Trepas.
Baca Juga: Tak Disangka! Mbah Kholil Bangkalan Ungkap Kewalian Seorang Pembantu, Keramat Wali Allah
Sementara itu, Sunan Gunung Jati memohon bantuan kepada Syekh Datuk Kahfi untuk menulis dan mengirim surat kepada Raja Mesir, Syarif Nurullah.
Adik kandung Sunan Gunung Jati itu diminta kesediaannya menyumbang kayu pilihan dari Mesir guna dijadikan saka guru (tiang utama) pada masjid yang akan dibangun.
Surat yang sama dikirimkan pula kepada Syekh Bentong (putra Syekh Quro‟) di
Surandil, Pasai.
Baca Juga: Dikabulnya Hajat Orang Tionghoa Berkat Mbah Kholil Bangkalan, Kisah Keramat Para Wali
Naskah Mertasinga selanjutnya memerinci kayu bahan saka guru berjumlah empat buah, yaitu masing-masing sumbangan dari Syarif Nurullah, dan Babu Dampul (Syarifah Mudaim, ibunda Sunan Gunung Djati) dari Mesir, Syekh Datuk Kahfi (Cirebon), dan Syekh Bentong (Surandil, Pasai).
Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, kiriman kayu Syekh Bentong tidak kunjung tiba ke Cirebon.
Oleh karena itu, satu saka kemudian diganti oleh Sunan Kalijaga dengan tatal (serpihan sisa kayu) yang dibuat sedemikian rupa (saka tatal).