Nilai Tradisi Ngarot Khas Indramayu Dikenal Ajang Cari Jodoh, Berikut Penjelasannya!

- 10 November 2021, 14:57 WIB
Nilai Tradisi Ngarot Khas Indramayu Dikenal Ajang Cari Jodoh, Berikut Penjelasannya!
Nilai Tradisi Ngarot Khas Indramayu Dikenal Ajang Cari Jodoh, Berikut Penjelasannya! /Indramayu Chanel

PORTAL MAJALENGKA - Semakin pesatnya perkembangan teknologi membawa konsekuensi terjadinya pergeseran nilai-nilai tradisi dan budaya yang telah ada dalam kehidupan masyarakat.

Beragamnya tradisi Indonesia banyak tergambarkan dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya.

Tradisi yang diwariskan secara turun temurun merupakan tradisi simbolis yang harus terus dilestarikan demi menghormati warisan leluhur.

Baca Juga: Tradisi Bubur Sura di Bantarwaru Majalengka, Masak Bersama dan Dibagikan ke Semua Warga

Dengan berbagai tradisi dan budaya di Indonesia, salah satu Budaya yang berasal dari Indramayu ini selalu menjadi hal yang menarik untuk diketahui oleh masyarakat lain.

Dilansir dari berbagai sumber, salah satu tradisi yang masih dilestarikan di Indramayu ini yaitu Ngarot.

Ngarot merupakan upacara adat yang terdapat di Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu. Berasal dari Bahasa Sunda, Ngarot merupakan semacam istilah minum/ ngaleueut, adapun Bahasa Sansakerta “ngaruat” artinya bebas dari kutukan dewa.

Baca Juga: Gelaran Perdana Film Ngarot Indramayu Diperankan Langsung Bupati Nina Agustina, Tayang Malam Ini

Ngarot merupakan upacara adat yang memiliki arti ucapan syukur terhadap datangnya musim tanam. Hari Rabu, minggu ketiga merupakan hari keramat dan dianggap hari baik untuk melakukan tradisi ini, sekaligus simbolisasi hari baik untuk menanam padi. Jadi, tradisi ini harus dilakukan pada hari Rabu, khususnya Rabu Wekasan.

Tradisi Ngarot sendiri pertama kali dirintis oleh Ki Buyut Kapol, seorang sesepuh Desa Lelea dan tokoh yang dikenal royal dan berpengaruh.

Tokoh tersebut pada zaman dahulu dikenal secara sukarela memberikan sawah seluas 26.100 m2 sebagai wujud realisasi acara Ngarot. Dengan sangat senang masyarakat Lelea menyambutnya.

Baca Juga: Salah Satu Karomah Gus Baha Seorang Ahli Tafsir Al-Quran yang Mendunia

Berdasarkan ucapan orang tua, karena Ki Kapol tidak punya anak dan bukti rasa cintanya kepada pemuda desa, maka ia wakafkan sebidang tanah untuk digarap oleh para pemuda-pemudi.

Upacara Ngarot terdiri dari tiga bagian yaitu arak-arakan, seserahan, dan pesta pertunjukan/hiburan. Setelah persiapan selesai, para pemuda dan pemudi nantinya akan diarak dan dikawal menuju rumah Kuwu atau Kepala Desa.

Setelah itu dikawal untuk pawai berkeliling desa sampai ke perbatasan desa yaitu Desa Tamansari.

Para peserta budaya Ngarot yang merupakan pemuda-pemudi ini ternyata memiliki arti yang mendalam.Terutama pada prosesi seserahan. Ada beberapa tahap seserahan, yaitu:

- Penyerahan benih padi oleh Kuwu kepada laki-laki bujang.

Maksudnya agar bibit padi tersebut ditanam oleh para laki-laki bujang supaya mendapat hasil panen yang melimpah.

- Penyerahan kendi berisi air putih oleh istri Kuwu kepada perawan.

Maksudnya agar benih padi yang ditanam tidak pernah kekurangan air sebagai air obat penyubur tanah sehingga padi yang ditanam memiliki hasil yang melimpah.

- Penyerahan alat pertanian berupa cangkul dan pedang oleh Raksa Bumi—atau pamong pengurus sawah dan tanah desa—kepada laki-laki bujang. 

Maksudnya agar para laki-laki bujang bisa menyuburkan tanaman padi. Terutama sawah warisan Ki Buyut Kapol.

- Penyerahan pupuk oleh tokoh masyarakat atau tetua Lelea kepada laki- laki bujang.

Maksudnya adalah agar pupuk tersebut dapat disebar di sawah ketika menggarap sawah dan para bujang mampu menyuburkan tanaman padi itu.

- Penyerahan ruas bambu kuning, daun andong, daun kelaras, dan daun pisang klutuk wuluh oleh Lebe—para pamong pengurus pernikahan di desa—kepada laki-laki bujang.

Maksudnya adalah agar dedaunan tersebut ditancapkan di tengah-tengah persawahan sehingga tanaman padi terhindar dari hama dan penyakit.

Secara keseluruhan para perempuan dan laki-laki yang masih muda dan belum menikah dianggap masih memiliki tenaga yang lebih kuat untuk bisa menyuburkan sawah-sawah yang ada di Lelea. Sehingga itulah alasan mengapa hanya para pemuda dan pemudi yang masih suci yang berhak mengikuti prosesi itu.

Setelah seserahan selesai, maka tradisi Ngarot ditutup dengan hiburan yang sudah disediakan para pamong. Para perempuan biasanya menampilkan kesenian tari topeng, sedangkan para laki-laki telah disediakan hiburan kesenian ronggeng ketuk dan tanjidor. Tak jarang para bujang juga dipersilahkan untuk ikut menari.

Tradisi Ngarot biasanya dijadikan ajang untuk mencari jodoh, mengingat ketika proses gotong royong dan menggarap lahan pertanian bersama baik remaja putra maupun putri akan melihat persamaan hingga berakhir ke jenjang yang lebih serius.

Lain halnya, tradisi Ngarot juga bisa diibaratkan sebagai simbol penghormatan pada tanah yang akan ditanam oleh padi. Ketika muncul rasa saling menghormati maka hasil pertaniannya pun akan sesuai harapan.***

Editor: Muhammad Ayus

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x