Karna Sobahi: Tidak Etis Menolak UU Cipta Kerja

22 Oktober 2020, 15:00 WIB
Bupati Majalengka Dr H Karna Sobahi MMPd /Portal Majalengka/Pikiran Rakyat/Andra Adyatama

 

PORTAL MAJALENGKA - Permintaan para serikat buruh agar pemerintah daerah ikut menolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law menurut Bupati Majalengka, Karna Sobahi tidaklah etis.

Menurut Karna Sobahi, pemerintah daerah tidak etis untuk menolak kebijakan yang sudah ditentukan oleh pemerintah pusat.

Sebab, pada dasarnya pemerintah daerah hanya bisa menjalani semua kewenangan tersebut, apalagi sudah disahkan menjadi Undang-undang.

Baca Juga: Saling Lempar Tanggungjawab, PMII Ingatkan Majalengka Jadi Kekuatan Industri Baru di Jawa Barat

"Logikanya begini ya, kalau menolak kan kita belum tahu persoalannya. Yang kedua, kalau pemerintah itu kan, berada di satu sistem. Presiden ke Bupati, kira-kira etis tidak, begitu," ujar Karna Sobahi, Kamis 21 Oktober 2020.

Sehingga, jelas dia, pemerintah daerah hanya bisa menyampaikan semua aspirasi masyarakat kepada Presiden.

Terkait penyampaiannya, akan diatur sedemikian rupa agar benar-benar bisa sampai ke atas.

Baca Juga: CeriTech ITB Lolos Ajang University Startup World Cup 2020

"Kalau kami jalurnya ke Presiden bisa saja kan. Kebijakan kewenangan UU Cipta Kerja itu ada di DPR RI, jadi mekanisme yang akan kita tempuh dalam rangka menolak, adalah menyampaikan aspirasi dari masyarakat, apa itu ormas, mahasiswa atau buruh itu sendiri, untuk disampaikan ke dewan atau DPR RI," ucapnya.

Sementara, Ketua KSPSI Majalengka, Sugiarto menyampaikan terima kasihnya terhadap pemerintah daerah atas upaya memfasilitasi penyampaian aspirasi kepada mereka.

Menurutnya, pihaknya sudah menyampaikan sejumlah poin yang menjadi garis besar penolakan atau dengan kata lain merugikan para buruh.

Baca Juga: Kaum Perempuan Harus Terlibat Aktif di Pilkada Serentak 2020

"Jadi saya tadi sempat ngobrol ngomong, banyak poin-poin yang di dalam UU Cipta Kerja tepatnya di Pasal 13 tahun 2003 yang dihapus. Jadi pasti dihapus pasti ada yang dikurangi. Kami tidak bicara substansi karena semua belum jadi, tapi yang jelas kami menolak," jelas Sugiarto.

Adapun, tuntutan yang telah disampaikan kepada pemerintah daerah, yakni ingin jumlah upah minimum tahun 2021 untuk para buruh naik.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Merusak DNA? Lihat Faktanya Disini

Sebab, menurutnya keputusan Menteri nomor 8 tahun 2020 berkenaan dengan Kebutuhan Hidup Layak yang sebelumnya dipakai sebanyak 60 menjadi 64 item.

"Karena itu sewajarnya UMK 2021 harus naik dan wajib naik," katanya.***

Editor: Andra Adyatama

Tags

Terkini

Terpopuler