SEJARAH NU Cirebon dari Masa ke Masa, Lahirnya Tokoh-Tokoh Besar (1)

4 April 2022, 19:01 WIB
SEJARAH NU Cirebon dari Masa ke Masa, Lahirnya Tokoh-Tokoh Besar (1) /Youtube

PORTAL MAJALENGKA- Nahdatul Ulama merupakan Organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan di dunia.

Sebelum Nahdlatul Ulama lahir, kalangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916.

Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran).

Baca Juga: Duet KH Wawan Arwani dan KH Aziz Hakim Kembali Dipercaya Pimpin NU Kabupaten Cirebon

Itu, sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri.

Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat.

Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebaga9 kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Baca Juga: Kang Aziz Jadi Calon Tunggal Ketua NU Kabupaten Cirebon

Sebagai warga Nahdatul Ulama tentunya harus mengetahui dan memahami terkait sejarah singkat berdirinya Organisasi Nahdatul Ulama.

Nahdatul Ulama bermula dari rapat yang diadakan di Cianjur. Saat itu K.H Wahab Chasbullah akan mengirimkan 2 utusannya ke Mekkah untuk menghadap Raja Ibn Sa’ud.

Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman.

Baca Juga: Surati PBNU, Anwar Abbas Minta NU Ikhlaskan Kiyai Miftah Pimpin MUI

Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926).

Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.

Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Adapun pembahasan ini bermaksud untuk mempertahankan Islam tradisional sehingga upaya ini dirasa perlu wadah khusus.

Melalui pertemuan tersebut akhirnya mendapat kesimpulan bahwasannya Islam tradisional akan membentuk organisasi kemasyarakatan Ahlissunah wal Jama’ah atau biasa disebut Nahdatul Ulama atau ‘Kebangkitan Para Ulama’.

Nahdatul Ulama bergerak dibidang kemasyarakatan dan keagamaan dengan tujuan memahami dan mengamalkan ajaran Islam baik dalam berkomunikasi dengan Allah SWT maupun komunikasi antar sesama umat manusia.

Sementara dikutip Portal Majalengka dalam buku Konfercab PCNU 2022 mengungkap catatan penting tentang NU Kabupaten Cirebon dari masa ke masa.

Tahun 1931, NU secara resmi melebarkan sayap pergerakannya di Wilayah Jawa Barat.

Perintisnya di daerah Cirebon. Cirebon adalah tempat pertama kali di Jawa Barat yang menyelenggarakan Kongres NU ke-6 pada hari selasa-kamis (25-27 Agustus 1931 M/10-12 Rabiul Tsani 1350 H).

Sebutan masa itu “Congres Kaping Nenem”.

Terkait Kongres NU di Cirebon, ada hal menarik saat Kongres diselenggarakan.

Pertama, Congres diadakan di dua tempat berbeda yaitu Hotel Orange Cirebon (10-11 Rabiul Tsani 1350 H/25-26 Agustus 1931 M) dan di Buntet Pesantren (12 Rabiul Tsani 1350 H/27 Agustus 1931 M).

Kedua, Congres dihadiri 8000 peserta (terbilang cukup meriah).

Ketiga, sebelum mengadakan rapat pada malam hari di Masjid Agung Cirebon (kini Masjid At-taqwa), sempat ada masalah terkait perizinan.

Namun, KH. Wahab Hasbullah segera melakukan konsolidasi dengan pemerintah Belanda setempat.

Keempat, saat Kongres berlangsung, ada perdebatan cukup alot tentang Tarekat Tijaniyah. Namun, hasil Kongres memutuskan bahwa tarekat ini mu’tabarah.

Tokoh awal yang menerima tarekat ini salah satunya Kiai Abbas Buntet.

NU masuk ke Cirebon melalui dua cara. Pertama, Sanad keilmuan. Kedua, Jaringan pesantren.

Tokoh awal NU Cirebon setidaknya diinisiasi oleh KH. Abdul Halim Leuwimunding (Consul/utusan Lajnah Nasihin wilayah Jawa Barat), kemudian KH. M. Abbas Abdul Jamil Buntet, KH. Amin Sepuh Ciwaringin, KH. Said Gedongan, KH. Syatori Arjawinangun, KH. Idris Kamali Kempek dan Kiai Jauhar Arifin Balerante.

Penyebaran awal NU di Cirebon terbilang sederhana yakni dengan cara kultural melalui dakwah bil hal, mimbar agama, dll.

Kemudian, sebelum NU berdiri 1926, para kiai tradisional di Cirebon yang berada di pedasaan dan pesantren seperti Kiai Abbas Buntet (ia pernah menjabat dewan penasihat Sarekat Islam sebelum NU berdiri).

Lalu ketika NU berdiri hampir para kiai dan pesantren di Cirebon menerima dan ingin bergabung. Sebab mereka memiliki kedekatan, sanad keilmuan dan jaringan pesantren yang hampir tidak berbeda dengan di Jawa Timur.

Yakni sama-sama berguru ke Syaikh Kholil Bangkalan Madura dan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.

Setelah NU terbentuk pada 1926. Dua tahun setelahnya diperkuat dengan berdirinya Madrasah Abno’ul Wathan pada 1928 di Buntet Pesantren.

Madrasah tersebut diinisiasi Kiai Abbas sebagai lanjutan dari Taswirul Afkar yang dipelopori KH. Wahab Chasbullah. Selain itu, MD ini juga sebagai bentuk perlawanan terhadap koloni Belanda setelah menerapkan kebijakan “Ordonantie Goeroe 1925”.

Semangat juang dari Kiai Abbas inilah yang kemudian diikuti Kiai Dimyati Bandung, Kiai Mas Abdurrahman Menes Banten, Ajengan Ruhiyat Tasikmalaya, dan Kiai Djunaidi Batavia/Jakarta.

Dari hasil itupun sudah dipastikan bahwa secara kultural pada tahun 1928 NU menjalar ke wilayah Priangan bahkan mungkin sebelum NU berdiri.

Mengingat masyarakat Jawa Barat khususnya Cirebon saat itu masih kental dengan adat, tradisi, dan lainnya. ***

Editor: Muhammad Ayus

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler