Bendungan Rentang dan Berdirinya Desa Panyingkiran Jatitujuh

27 Agustus 2020, 05:00 WIB
Ilustrasi Perang. //dailytimes.com

PORTAL MAJALENGKA - Pada tahun 1816, Ki Bagus Rangin mengadakan pemberontakan terhadap penjajah Belanda.

Dan pada tahun 1820 mereka diserang penjajah. Dalam pertarungan tersebut, pasukan yang dipimpin Ki Bagus Rangin mengalami kekalahan.

Dalam kekalahan tersebut, mereka dievakuasi ke suatu tempat. Di tempat itu, mereka menanam 7 buah pohon jati (Kelak menjadi Jatitengah dan Jatitujuh).

Baca Juga: PMI Majalengka Kewalahan Penuhi Permintaan Darah untuk Dua RSUD

Sejak saat itu, daerah tempat itu dinamai Jatitujuh. Jati yang ditanam tersebut telah berumur ratusan tahun. Jati tersebut harus dijaga tetap berjumlah tujuh. Apabila ditebang, harus tetap ditanam penggantinya. Kini hanya terdapat 3 buah pohon jati yang masih asli sejak awal.

Desa Panyingkiran adalah desa di Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Bermula dari peperangan antara masyarakat Sumedang dan Majalengka yang disebabkan karena adu domba.

Dalam perkelahian ini, masyarakat Sumedang dipimpin oleh Panglima Kornel, sedangkan masyarakat Majalengka dipimpin oleh Ki Bagus Rangin.

Baca Juga: Angka Perceraian ditengah Covid-19 Tembus 3500 Perkara.

Ketika masyarakat Majalengka mengalami kekalahan, mereka menyingkir ke daerah sekitar sungai Cimanuk.

Dari kata menyingkir ini muncul kata keterangan tempat, yaitu Penyingkiran (tempat menyingkir/evakuasi).

Karena masyarakat itu bersuku Sunda yang fasih berbahasa Sunda, kata itu berganti menjadi Panyingkiran yang kini menjadi nama desa ini.

Baca Juga: Turis Tidak Datang Gratis

Pada awalnya desa ini bermukim di sekitaran sungan Cimanuk. Pada tahun 1816-1820 dibangun bendungan Rentang.

Setelah bendungan ini dibangun, di daerah ini sering terjadi banjir.

Tujuh tahun kemudian ketika seorang pengamat perairan dari Belanda bernama Tn. Khrom mengeluarkan keputusan untuk memindahkan pemukiman ini ke dareah utara.

Baca Juga: Australia Uji Coba Antibodi Covid-19 Awal 2021

Secara Kronologis atau pengakuan masyarakat di Desa Panyingkiran ada terdapat tempat yang dianggap keramat yaitu Makam Buyut Hujung.

sementara patilasannya yang dinamakan Singadarepa yang konon katanya ketika ada Polisi yang berjalan melewati patilasan Singadarepa maka jabatannya akan turun.

Dalam urusan Kesenian di Desa Panyingkiran ada Kesenian yang dilarang masuk ke Desa Panyingkiran.

Baca Juga: Messi Ingin Hengkang, Suporter Meradang

Selama tidak melanggar norma-norma kemanusian dan agama selama menghibur masyarakat khalayak ramai contohnya tidak boleh mengadakan hiburan seperti Organ, sandiwara, tarling dan lainnya ketika Malam Jumat.(Reytendo)

Editor: Andra Adyatama

Tags

Terkini

Terpopuler