Tahun 2021 Media Sosial Masih Menjadi Tempat Penkonstruksian Citra Capres Potensial di Pemilu 2024

- 5 November 2021, 13:50 WIB
Ahmad Hidayah, Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research
Ahmad Hidayah, Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research /Portal Majalengka/

“Media sosial yang seharusnya bisa menjadi tempat pendidikan bagi publik sampai saat ini masih didominasi oleh narasi-narasi yang bersifat pencitraan bagi para politisi yang masuk ke dalam bursa calon presiden potensial di 2021. Hal ini tentu dengan tujuan agar terbentuk sebuah image tertentu di mata publik," papar Ahmad.

Ahmad menjelaskan bahwa pengkonstrusian citra jangan dianggap sebagai sebuah hal yang negatif belaka. Pengkonstruksian citra merupakan bentuk dari komunikasi politik. Ada pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh para politisi ini.

Baca Juga: Dua Laga BRI Liga 1 Tayang Langsung di Indosiar, Ini Jadwal Acara 5 November 2021

“Misalnya image yang dibangun Ganjar Pranowo adalah sosok yang dekat dengan rakyat. Lalu image yang dibangun oleh Prabowo adalah Jenderal TNI. Dan sosok yang dibangun oleh Ridwan Kamil adalah pemimpin yang humoris dan cinta keluarga. Nah, tinggal publik bisa memilih nantinya di pemilu 2024, sosok mana yang paling dibutuhkan oleh Indonesia”, jelas Ahmad.

Ahmad pun menambahakan bahwa narasi yang dibangun sebaiknya tidak hanya soal pengkonstruksian citra belaka, namun perlu juga memaparkan keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai dan bersifat programatik.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh TII, Ahmad menghimbau kepada penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memberi perhatian khusus di ranah media sosial pada pemilu tahun 2024. Ia memberi contoh, berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum, dikatakan bahwa peserta pemilu dapat memiliki sepuluh akun dari setiap sosial media dan mendaftarkan kepada KPU. Berdasarkan peraturan ini, sepuluh akun dirasa sangat banyak dan tentu saja akan menyulitkan bagi Bawaslu untuk melakukan pengawasan di mana pemilu diselenggarakan secara serentak.

“Bayangkan saja di pemilu serentak 2024, setiap kandidat boleh punya sepuluh akun per media sosial. ini tentu akan merepotkan bagi Bawaslu untuk melakukan pengawasan. Untuk itu, KPU perlu merevisi PKPU Nomor 23 Tahun 2018,” tutup Ahmad.***

Halaman:

Editor: Muhammad Ayus


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x