Di setiap wilayah khususnya Pulau Jawa, kantong-kantong PETA didirikan. Pemuda pribumi pada awalnya banyak yang tertarik bergabung.
Seiring berjalannya waktu, sifat asli tentara Jepang mulai terkuak. Bukannya membaik setelah Jepang dating, justru rakyat pribumi semakin menderita akibat kebijakan pendudukan Jepang.
Seperti Romusha alias kerja paksa, perampasan hasil pertanian, dan perlakuan rasis terhadap penduduk pribumi dan pasukan Peta.
Melihat situasi tersebut, Shodancho Supriyadi merasa prihatin dan menyusun rencana pemberontakan kepada Jepang.
Baca Juga: Tipe Kepribadian: Apakah kamu Koleris, Sanguin, Melankolis, atau Phlegmatis
Shodancho adalah jabatan struktural di dalam Peta yang setara dengan komandan peleton.
Setelah melakukan konsolidasi dengan pasukannya, Supriyadi langsung melakukan gerakan pemberontakan pada 14 Februari 1945 atau 6 bulan sebelum pekik kemerdekaan di kumandangkan oleh Soekarno-Hatta.
Namun, rupanya rencana ini disusun tidak terlalu matang. Bahkan, Kempetai atau polisi rahasia Jepang sudah mencium gelagat pemberontakan itu.
Alhasil, pemberontakan tidak maksimal dan tidak berjalan sesuai rencana karena tidak semua pasukan Peta ikut bergabung.