Azis langsung menelpon Sekjen DPR RI untuk mengonfirmasi kabar tersebut.
“Saya telepon Pak Sekjen, kenapa sudah keluar 1.032 halaman (1.035 halaman). Pak Sekjen jawab, Pak (Azis) ini masih draf kasar. Masih diketik dalam posisi kertas, bukan sebagai Legal Paper-nya,” kata Azis.
Baca Juga: Sudah Pelajari UU Cipta Kerja, Hotman Paris Siap Menghadap Presiden Jokowi
Setelah netting, lanjut dia, pengetikan koma, garis-garisnya itu tidak diatur kembali.
“Setelah pengetikan, dalam arti editing, mengikuti panduan legal oleh Sekjen dan jajaran, jumlah halamannya adalah 812 halaman. Termasuk di dalamnya adalah penjelasan UU Cipta Kerja. UU secara resmi hanya 488 halaman,” kata Azis.
Adapun dasar hukum perubahan margin kertas perundang-undangan seperti yang disebutkan ada di dalam UU 12/ 2011 yang berbunyi: “Naskah peraturan perundang-undangan diketik dengan jenis huruf bookman old style, dengan huruf 12, di atas kertas F4.”
Baca Juga: Jokowi Sebut Pentingnya Bank Tanah dalam UU Cipta Kerja
Selain itu, Azis menegaskan bahwa pengeditan draf UU Cipta Kerja tidak akan mengubah substansi apa pun yang sudah disepakati dalam Rapat Panitia Kerja RUU Cipta Kerja dan disahkan dalam Rapat Paripurna karena itu tindak pidana.
“Itu tindak pidana, apabila ada selundupan pasal. Berkaitan dengan apa yang dikatakan Bapak Sekjen DPR RI (Indra Iskandar) bahwa kemarin ada 1.032 halaman. Kenapa hari ini 802 halaman, tadi saya sampaikan bahwa 1.032 itu kan rumor yang berkembang,” katanya.
Pada saat pengetikan draf final, untuk menjadi lampiran, sesuai dengan ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011, UU yang harus dikirim ke pemerintah harus menggunakan (margin) kertas Legal (F4) secara resmi.