UU Cipta Kerja Dinilai Cacat, Ini Kata Mantan Ketua KPK Abraham Samad

20 Oktober 2020, 13:00 WIB
Abraham Samad menyampaikan penolakan terhadap UU Cipta Kerja melalui unggahan media sosial. /Instagram @Abrahamsamad /

PORTAL MAJALENGKA - Hingga kini, UU cipta Kerja masih menuai polemik di masyarakat.

Terlbih soal jumlah pasal dan halaman yang dengan dua versi yang berbeda.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, juga ikut mengutarakan kritik melalui media sosial.

Baca Juga: Kembangkan Desa Wisata Berbasis Digital, Mirat Lolos sebagai Desa Brilian Mewakili Majalengka

Dalam unggahan pada Minggu, 18 Oktober 2020, Abraham Samad melalui akun Twitter resminya mengatakan bahwa UU Cipta Kerja merupakan produk hukum yang cacat, baik secara formil maupun materil.

Ketua KPK pada periode 2011-2015 ini memaparkan poin-poin bermasalah yang ia sorot dalam UU Cipta Kerja.

Menurutnya, banyaknya versi naskah UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat adalah akibat dari proses yang tidak transparan dan aspiratif.

Baca Juga: Menlu Tiongkok Yakinkan Vaksin Covid 19 Buatan Negaranya sebagai Sebuah Produk Global

Diberitakan Portal Jember sebelumnya, dalam artikel yang berjudul Mantan Ketua KPK Abraham Samad Bongkar Kecacatan UU Cipta Kerja, Sebut Hanya Untungkan Oligarki

Sebagaimana diketahui, terdapat beberapa versi naskah UU Cipta Kerja. Dua di antaranya adalah naskah dengan 812 halaman dan naskah dengan 905 halaman.

"Transparansi adalah antitesis korupsi. Legislasi yang transparan menutup ruang gerak kolusi dan nepotisme yang melahirkan korupsi" ujar Abraham Samad, dikutip PORTAL JEMBER dari keterangan tertulis.

Baca Juga: Jangan Keliru! Begini Hal yang Harus Dilakukan Saat Rekan Kerja positif Covid-19

Sebaliknya, legislasi yang dipaksakan dan abai terhadap aspirasi berpotensi melahirkan korupsi karena tidak ada transparansi sejak awal.

Dengan demikian, Abraham Samad berpendapat bahwa UU Cipta Kerja berpotensi melahirkan korupsi.

Kemudian, Abraham Samad menyebut kecacatan materil dalam UU Cipta Kerja berada pada level yang lebih serius karena berorientasi pada investasi sehingga mengorbankan HAM, lingkungan hidup, dan isu antikorupsi.

Baca Juga: Ajaib! Ternyata Makanan Pedas Dapat Memperkuat Koneksi Antara Sel Otak

"Diskursus investasi dan penyediaan lapangan kerja dalam RUU Cilaka ini juga menyesatkan, terkesan memberi kemudahan kepada pemodal, tapi abai dengan hak-hak kelas sosial rentan, salah satunya pekerja," jelasnya.

Abraham Samad menegaskan, tanpa adanya kelas pekerja, alat produksi akan lumpuh, kantong kelas borjuis akan kosong, dan devisa negara akan macet.

Baca Juga: ASI Tidak Lancar? Begini Cara Agar Asi Melimpah

"RUU ini hanya menguntungkan oligarki dan kapitalisme kroni melalui penguasaan SDA secara membabi buta yang ironisnya dibungkus dengan kuasa legislasi seolah-olah sah," pungkas Abraham Samad.***(Lulu Lukyani/Portal Jember)

 

Editor: Andra Adyatama

Sumber: Portal Jember

Tags

Terkini

Terpopuler