Habib Nabiel Bantah Pemimpin PKI DN Aidit Keturunan Habaib

26 September 2020, 05:11 WIB
DN Aidit, Twitter/@HastaPrimaAM /

PORTAL MAJALENGKA - Dewan Syuro Majelis Rasulullah, Habib Nabiel al-Musawa mengklarifikasi masalah seputar garis keturunan tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit yang disebut-sebut keturunan habaib.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI, dirinya memastikan bahwa Aidit bukan merupakan keturunan habaib.

"Bedakan marga al-Aidid (habaib) dan DN Aidit, DN Aidit bukanlah Habaib, sudah dibantah panjang lebar dan dijelaskan secara rinci nasabnya oleh Rabithah Alawiyyah Pusat Indonesia tentang hal ini," katanya lewat akun Twitter @nabiel_almusawa, Jumat, 25 September 2020.

Baca Juga: Warganet Ramai Bicarakan Pemimpin PKI DN Aidit Sebagai Turunan Habaib

Baca Juga: IPW Minta Kapolri Tidak Izinkan Lanjutan Liga Indonesia

Diketahui bahwa isu yang menyebutkan Aidit merupakan keturunan habaib tersebut menjadi perbincangan warganet di Twitter.

Sebelumnya, Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Zen Umar Smith menyebut jika DN Aidit bukanlah anak cucu Alawiyyin.

Menurutnya, hal itu perlu ditegaskan, karena menyangkut marga Aidid dan salah satu dalang pemberontakan G/30S PKI.

Baca Juga: Kartu Prakerja Gelombang 10 Telah Dibuka, Sesuai Peraturan Presiden 7 Kriteria Ini Tidak Berhak

Baca Juga: Koeman Janjikan Gaya Berbeda

Nama baik Marga al-Aidid yang tersohor dan diabadikan dalam kamus-kamus ensiklopedia, kata dia, tercoreng oleh gembong PKI.

Bahkan menurutnya, nama DN Aidit itu, dianggap akan menjelekkan nama baik semua marga Alawiyyin pada umumnya.

Bahkan, Habib Zen menyatakan bisa berdampak pada nama baik Sayyidina Husain RA sebagai anak cucu Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga: PKP NU, Menguatkan dan Menggerakkan Kader NU

Baca Juga: Mau Beasiswa Pendidikan dan Kebudayaan, Cek Caranya Disini

‘’D.N Aidit bukanlah anak cucu Alawiyyin, karena silsilah nasabnya tidak ditemukan dalam kitab pegangan yang dijadikan pedoman lembaga nasab yang ada di Indonesia,’’ ujar dia dalam keterangan resmi, Kamis, 24 September 2020.

Dia menjelaskan, berdasarkan penuturan atau fatwa dari para sesepuh Alawiyyin, nasab itu dimulai saat hijrah pedagang Arab dari marga al-Aidid ke Kota Pelembang.

Hal itu, menurutnya juga dikuatkan sumber-sumber dari media cetak yang terbit dalam kurun waktu 1960.

Baca Juga: Rendahnya Kesadaran Protokol Kesehatan, Bupati Majalengka: Media Massa Harus Memberikan Edukasi

Baca Juga: 90 Persen RTM Sudah Terima Bantuan

“Pedagang itu menikah dengan seorang janda penduduk setempat yang telah mempunyai seorang anak bernama Nuh,’’ katanya.

Nuh, sambung dia, menjadi anak angkat dari saudagar Arab tersebut dan menganggap dirinya sebagai keturunan marga al-Aidid.

Namun, karena adanya cara penulisan Aidid dari waktu ke waktu, maka nama Aidid dia sebut berubah menjadi Aidit oleh bahasa setempat.

Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Majalengka: Sengketa Lahan Pasar Jatitujuh Harus Diselesaikan

Baca Juga: Sri Mulyani : Penyerapan Anggaran Tergantung Kemampuan Pemda

"Jelasnya huruf D pada akhir kata Aidid diganti dengan huruf T, sehingga namanya menjadi Nuh Aidit. Setelah Nuh Aidit dewasa dia menikah, dan dari pernikahannya lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama ‘Jakfar’," kata dia.

Lanjut Zen, setelah Nuh dan istrinya meninggal dunia, Jakfar bin Nuh dibawa ke Jakarta dan diasuh keluarga pamannya (adik ibu).

Baca Juga: Triwulan II, Perekonomian Jabar Minus 5,98 Persen

Baca Juga: Sampai Agustus, Pajak Baru Masuk 56,5 Persen

Jauh setelah itu, tepatnya ketika Jakfar bin Nuh dewasa, dia terpengaruh ajaran-ajaran komunis, sehingga menjadikannya bagian dari anggota Partai Komunis Indonesia.

“Selanjutnya dia mengganti namanya dengan Dipa Nusantara Aidit yang kelak merupakan gembong komunis di Indonesia," katanya.***(Rivan Muhammad/PR Bekasi)

 

Editor: Andra Adyatama

Sumber: PR Bekasi

Tags

Terkini

Terpopuler