Kekejaman PKI Terhadap 2 Anak yang Otomatis Jadi Yatim Piatu Saat Kedua Orang Tuanya Dibunuh

18 September 2022, 21:00 WIB
Ilustrasi PKI di Indonesia yang menyebabkan banyak anak menjadi yatim piatu. /Fauzi Permata/

 

PORTAL MAJALENGKA - Banyak kisah yang menyayat hati tentang kekejaman yang dilakukan PKI terhadap saudara sebangsa dan setanah air.

PKI dengan konsep sama rata sama rasa-nya seolah menghalalkan segala cara dalam menggapai tujuannya menjadikan Indonesia sebagai Negara Komunis.

Banyak korban berjatuhan atas kekejaman PKI yang tidak pandang bulu terhadap lawannya. Tua, muda, laki-laki, perempuan sama saja.

Baca Juga: Kisah Kutil Seorang Anggota PKI yang Berani Mempermalukan R.A Kardinah adik R.A Kartini

Monumen-monumen pembantaian PKI terbangun di beberapa daerah sebagai pengingat akan peristiwa yang pernah terjadi di wilayah tersebut.

Dilansir dari buku Kisah Nyata, Sejarah Banjir Darah para Kyai, Santri, dan Penjaga NKRI oleh Aksi-aksi PKI (2015:76), mengisahkan dua anak balita yang menjadi yatim piatu saat kedua orang tuanya dibunuh PKI.

Kisah ini diceritakan Sakiman, seorang adik dari korban PKI bernama Sakidi dan istrinya.

Kedua anak dari Sakidi dan istrinya dirawat oleh Sakiman yang saat kejadian kelam itu diketahui berumur 3 dan 1 tahun.

Anak pertama diketahui merupakan seorang perempuan berumur 3 tahun, sedangkan yang seorang lagi berjenis kelamin laki-laki berumur 1 tahun.

Baca Juga: Kutil Hidupkan AMRI di Tegal, Organisasi Bawahan PKI Untuk Lancarkan Gerakan Antiswapraja

22 September 1948, pasangan suami-istri ini menghembuskan nafas terakhirnya di atas sumur Soco karena disiksa dengan sangat kejam oleh PKI sebelum akhirnya dipotong dan dimasukan ke dalam sumur Soco.

Hal ini dengan teganya disaksikan oleh kedua anaknya yang kala itu masih balita, sehingga mengalami trauma yang berat setelah diserahkan oleh salah satu anggota PKI bernama Sujadi.

Ayah mereka, Sakidi, merupakan seorang guru di Vervolgschool Madiun dan seorang aktivis berpengaruh di Partai Nasional Indonesia (PNI).

Sakidi yang merupakan seorang ideolog PNI papan atas di Magetan, otomatis menjadi musuh PKI dalam menjalankan misinya.

Pak guru Sakidi diketahui berasal dari Desa Tanjung di Magetan, dia pula yang menjadikan penduduk desanya paham tentang arti organisasi.

Baca Juga: Kampung Kauman Magetan Dibumihanguskan PKI, Tentara Siliwangi Menyerbu

Dia berhasil membentuk Dewan Desa Tanjung yang terdiri dari unsur-unsur Masyumi, PNI, dan GPII sehingga Lurah Sumoatmodjo Sarman mendukung penuh pemikiran Sakidi.

Sakidi juga mampu mengarahkan cara pandang masyarakat tentang arti bela Negara yang baik.

PKI mengendus bau tak sedap ini, sehingga Sakidi menjadi salah satu target utama di wilayah Magetan untuk dihabisi agar tak ada satu orang pun yang menghalangi.

Namun sebelum Sakidi ditangkap dan dieksekusi, Lurah Sumoatmodjo terlebih dahulu dijemput dan dihabisi PKI di sumur Soco.

Hal itu karena adiknya Sakidi yang menceritakan peristiwa ini telah memberi tahu Sakidi untuk hilang dan bersembunyi di wilayah lain.

Baca Juga: Abu Nawas Lolos dari Tantangan dengan Resiko Mati Beku Kedinginan

PKI tak habis akal untuk memancing Sakidi, keluarganya dijemput paksa untuk dijadikan sandera lalu penduduk yang setia kepadanya kemudian diikat dan digiring ke sumur Soco.

Tidak hanya penduduk, bahkan Koperasi Desa sebagai tonggak perekonomian yang dipelopori Bung Hatta juga ikut dijarah.

Akhirnya dengan keadaan tersebut, Sukidi menyerahkan diri sehingga keluarganya dan penduduk desa dilepaskan tanpa syarat.

Mengetahui suaminya dibawa PKI ke sumur Soco, istri Sukidi dengan menggendong 2 anak balitanya berlari menyusul suaminya.

Tak ada yang bisa menghentikannya saat itu, hingga istrinya sampai di sumur Soco dengan tanpa melihat sosok suaminya lagi, karena telah dibunuh PKI dengan kekejaman yang sulit diceritakan.

Baca Juga: Tasbih Habib Luthfi bin Yahya yang Diberikan ke Presiden Jokowi Sangat Sakti dan Kramat

Istrinya pun berontak, sampai akhirnya istrinya disiksa dengan metode yang sama sambil dilihat oleh kedua anaknya sebelum akhirnya dibunuh dan dimasukan ke dalam sumur Soco.

Setelah kedua anaknya menjadi yatim piatu, Sakiman sebagai adik dari Sukidi merawat kedua anak malang yang mengalami trauma berat.

Hingga pada akhirnya kedua anak itu dibawa oleh Sakiman ke daerah Solo guna menemui seorang kyai untuk membantu mentirakati 2 anak tersebut agar seperti sedia kala.

Sakiman membuat catatan tentang tragedi ini di halaman pertama buku karangan Soekarno yakni Di Bawah Bendera Revolusi. *

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: Buku Kisah Nyata, Sejarah Banjir Darah para Kyai, Santri,

Tags

Terkini

Terpopuler