Kesaktian Mbah Kuwu Cirebon dan Para Senopati Utusan Sunan Gunung Jati dalam Perang Penaklukan Rajagaluh

5 Oktober 2022, 10:21 WIB
Kesaktian Mbah Kuwu Cirebon dan Para Senopati Utusan Sunan Gunung Jati dalam Perang Penaklukan Rajagaluh/Foto Ilustrasi/tangkap layar YouTube @bujang gotri /

PORTAL MAJALENGKA - Membaca pertempuran yang tidak berimbang Arya Kemuning kemudian keluar dari medan perang memutuskan untuk menghadap Sunan Gunung Jati di Cirebon melaporkan situasi yang terjadi.

Dan setibanya di hadapan Sunan Gunung Jati, Arya Kemuning menjelaskan bahwa kondisi pasukan Kuningan yang menyerang Kerajaan Galuh terdesak mundur.

Ia secara rinci melaporkan peristiwa pertempuran tersebut kepada Sunan Gunung Jati. Disampaikan pula bahwa kabar dan keberadaan Senopati Kuningan Dipati Awangga yang bertarung dengan Arya Kiban tidak diketahui.

Baca Juga: Jejak Ki Lobama Sang Guru Ghaib Mbah Kuwu Cirebon dan Sunan Gunung Jati

Keduanya bertempur hingga keluar jauh dari medan perang dan meninggalkan pasukannya masing-masing.

Setelah tuntas mendengar laporan Arya Kemuning, Sunan Gunung Jati kemudian meminta kepada Mbah Kuwu selaku panglima tertinggi Cirebon untuk segera menindaklanjutinya.

Maka saat itu pula Mbah Kuwu Cirebon pun bersedia dan segera menyiapkan pasukannya. Di mana di dalamnya ada prajurit Cirebon dan Demak, para pangeran serta para gegedeng.

Baca Juga: BAGAIMANA Tanggapan dan Reaksi Kaum Yahudi atas Kelahiran Nabi Muhammad SAW? Berikut Penjelasannya

Mereka pun kemudian segera bertolak menuju Kerajaan Galuh diiring gemah takbir dan berbagai umbul-umbul. Termasuk bendera Macan Ali yang berkibaran.

Setibanya di medan pertempuran yang tengah berkecamuk, mendapati pasukan Kuningan terdesak. Para prajurit Cirebon dan Demak pun segera dikerahkan menyerbu pasukan Galuh dan Palimanan.

Perang pun terjadi dengan sengitnya. Bende ‘Si Bicak’ pun terus bergema mengiring derap semangat prajurit Cirebon dan Demak membabat musuh-musuhnya.

Baca Juga: KEUTAMAAN Sholawat Nabi Muhammad SAW dan Celakanya bagi Orang yang Tidak Mau Bersholawat

Suara gong ‘Beri’ milik kerajaan Galuh pun tidak mau kalah terus bergaung memacuh semangat prajurit-prajuritnya. Gegap gempita pekik suara bercampur dengan dentum meriam, bedil, tombak dan dan pedang beradu.

Dipati Sara yang merupakan petinggi di pihak Galuh merangsek maju membabat para prajurit Cirebon maupun Demak.

Melihat hal itu Tumenggung Jagabayan dari pihak Cirebon tidak mau tinggal diam. Ia pun lantas menghadang Dipati Sara.

Baca Juga: TERBARU, Terdapat 33 dari 125 Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan dari Kalangan Anak-Anak

Keduanya saling berhadapan kemudian terjadilah perang tanding. Saling menyerang dan berusaha untuk saling mengalahkan.

Akhirnya Dipati Sara pun harus mengakui keunggulan Tumenggung Jagabayan. Ia menyerah dan berhasil ditahan.

Setelah Tumenggung Jagabayan berhasil meringkus dan menahan Diapati Sara, datang Ki Limunding berusaha menusuk dengan tombaknya.

Baca Juga: Kronologi Tragedi Kanjuruhan Versi Suporter Arema FC: Gas Air Mata, Terinjak-Injak hingga Jebol Ventilasi

Serangan Ki Limunding berhasil dipatahkan. Bahkan berbalik.

Ki Limunding harus gelimpungan mengahadapi serangan Tumenggung Jagabayan, hingga akhirnya berhasil dilumpuhkan.

Melihat beberapa petinggi Galuh banyak yang berhasil dikalahkan, Sanghyang Sutem, Dipatih Bengong, Arya Setiyaka, dan Dipati Pandewangi serta lainnya turun menyerbu gelanggang.

Baca Juga: Kini Twitter Hadirkan Fitur Edit untuk Ubah Isi Cuitan, Tapi...

Mendapati hal itu para petinggi Cirebon pun langsung menghadang. Mbah Kuwu Cirebon mendapati Sanghyang Sutem, Syekh Magelung Sakti berhadapan dengan Dipati Pandewangi.

Patih Suranenggala mencegat Dipatih Bengong. Sementara Arya Setiyaka dihadang Pangeran Kejoran. Mereka mendapati lawan tanding masing-masing.

Petarungan satu lawan satu pun akhirnya terjadi. Arya Setiyaka dengan garang langsung menyerang Pangeran Kejoran dengan tusukan-tusukan kerisnya.

Baca Juga: Unik! Masjid di Cirebon Peninggalan Sunan Gunung Jati Kumandangkan Tujuh Adzan Saat Hendak Shalat Jumat

Pangeran Kejoran tidak tinggal diam. Ia pun menghindar sekaligus melakukan serangan balik yang tidak terelakan yang membuat Arya Setiyaka mati terkapar.

Dipatih Bengong menyerang Patih Suranenggala dengan sabetan pedangnya yang langsung mengenai badan patih tersebut.

Tetapi bukannya terluka, malah pedangnya patah. Saat ia kaget tidak percaya kesempatan lengah itu segera digunakan Patih Suranenggala menamparnya hingga terjungkal mati.

Baca Juga: Link Tes Ujian Baper, Coba dan Cek Seberapa Mudah Bapernya Kamu

Dipati Pandewangi yang berhadapan dengan Syekh Magelung Sakti akhirnya tak sanggup menghadapi kehebatan lawan yang dihadapinya.

Ia musnah tidak kuat perbawa kesaktian Syekh Magelung Sakti yang membuat ia lumpuh dan kelojotan menahan panas.

Tersisa Sanghyang Sutem yang harus menghadapi Mbah Kuwu Cirebon. Ia dengan sombongnya melontarkan berbagai sesumbar untuk menantang Sunan Gunung Jati langsung.

Baca Juga: Link Tes Ujian Kemalasan, Buruan Coba dan Cek Seberapa Malasnya Kamu

Menjawab sesumbar tersebut Mbah Kuwu mengajaknya langsung untuk membuktikan mulutnya yang besar tersebut untuk mengalahkan dirinya.

Mendapat tantangan dari Mbah Kuwu, ia pun langsung menerjang melepas senjata trisulanya ke tubuh lawannya.

Bukannya menghindar Mbah Kuwu membiarkan trisula tersebut mengenai tubuhnya dengan tersenyum.

Baca Juga: Muso Pimpinan PKI, Keluarga Santri yang Tega Membunuh Para Kiai Demi Tegaknya Komunis

Melihat lawannya yang bergeming dengan serangan trisulanya, Sanghyang Sutem mundur mecabut keris dan menyarangkan kembali ke tubuh lawannya.

Lagi-lagi seranban Sanvhyang Sutem gagal. Bahkan keris yang disarangkan ke tubuh Mbah Kuwu lumer.

Merasa malu dengan sesumbarnya, ia pun kemudian memutuskan lari dan menghilang meninggalkan gelanggang perang.

Baca Juga: Pagar Gaib yang Dibuat KH Rahmat Soekarto Lurah Desa Gontor Tak Dapat Ditembus PKI 1948

Sementara di Keraton Rajagaluh Sang Prabu Cakraningrat murka setelah mendengar kabar pasukan Palimanan dan Limunding telah ditaklukkan Cirebon. Sementara Sanghyang Sutem pergi meninggalkan medan pertempuran.

Maka sang prabu kemudian memerintah Sanghyang Gempol mengambil alih Senopati pasukan Rajagaluh, untuk menyerang kembali Pasukan Cirebon yang dibantu Demak.

Sanghyang Gempol dijanjikan akan diberi wilayah kekuasaan Cirebon, jika mampu mengalahkan dan menumpas pasukan Cirebon yang dibantu Demak tersebut.

Baca Juga: Link Tes Ujian Gamon: Cek Apakah Kamu Gagal Move On, Berikut Cara Memainkannya

Mendengar sabda raja demikian, Sanghyang Gempol segera menyiapkan siasat atau strategi baru bersama kedua adik seperguruannya yakni Sanghyang Bugel dan Sanghyang Igel.

Dan benar strategi baru yang digunakan Sanghyang Gempol membuahkan hasil. Pasukan Cirebon dan Demak mendadak kocar-kacir.

Sanghyang Gempol dengan kesaktian dan Kuda semberaninya melesat seperti pasukan udara sambil menghujani ribuan anak panah.

Baca Juga: KISAH PILU TRAGEDI KANJURUHAN, Bocah SD Pulang Sendirian Karena Kedua Orang Tuanya Menjadi Korban Tewas

Sementara Sanghyang Bugel dan Igel beserta pasukannya bergerak seperti Infanteri membersihkan pasukan Cirebon yang tercerai berai menghindar.

Menyaksikan hal tersebut Mbah Kuwu selaku Panglima tertinggi langsung bertindak. Ia kemudian melepaskan golok cabangnya yang bergerak sendiri mengejar Sanghyang Gempol.

Hingga akhirnya kuda sembrani yang ditungganginya terpotong golok cabang menjadi dua bagian dan jatuh di gunung kappa. Sementara Sanghyang Gempol sendiri ketakutan dan bersembunyi di Gunung Gundul.

Baca Juga: Fakta Menarik Laga Timnas Indonesia U16 vs Guam Pada Kualifikasi Piala Asia U17 2023

Sepeninggal Sanghyang Gempol, Mbah Kuwu segera meringkus Sanghyang Bugel dan Sanghyang Igel dengan Aji Pengabaran.

Sehingga keduanya terjaring tak mampu keluar. Akhirnya kedua senopati itu diringkus dan ditahan.

Dengan tertangkapnya para senopati, maka pasukan Rajagaluh yang tersisa dengan mudah ditaklukkan. Untuk sementara pihak Cirebon memenangkan perang.

Baca Juga: Suasana Pesantren Gontor saat PKI Menguasai Karesidenan Madiun September 1948

Masih tersisakan Prabu Cakraningrat dengan keluarga beserta beberapa orang kepercayaannya berada dalam keraton yang belum bisa ditangkap.

Demikian paparan sekilas mengenai kesaktian Mbah Kuwu dan para senopati utusan Sunan Gunung Jati dalam perang penaklukan Rajagaluh.***

Disclaimer: tulisan ini diambil dari satu sumber buku sejarah. Sangat mungkin adanya versi sejarah yang berbeda.

Editor: Husain Ali

Sumber: Buku Babad Tanah Sunda Babad Tanah Cirebon P. S. Sulendraningrat

Tags

Terkini

Terpopuler