PORTAL MAJALENGKA - Penelusuran Jalan Raya Pos atau lebih dikenal Jalan Anyer Panarukan kali ini membahas sekitar Kebumen Jawa Timur.
Jalan poros yang dibangun Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels itu memanjang dari ujung Barat hingga Timur Pulau Jawa.
Seratus lima puluh tahun sudah, bahkan lebih jalan itu bernama Jalan Daendels. Bukan, bukan yang menghubungkan Anyer-Panarukan sepanjang 1.000 kilometer.
Baca Juga: 5 Pesan Habib Luthfi bin Yahya Tentang PANCASILA DAN NASIONALISME
Jalan itu berada di selatan Pulau Jawa, tepatnya melintasi Provinsi Jawa Tengah. Tak begitu panjang, hanya 130 kilometer.
Jalan itu menghubungkan kota Bantul dengan Purworejo, Kebumen, dan Cilacap.
Jalurnya rawan, banyak begal hingga tanpa marka dan penerangan. Kondisi dan cap buram itu yang membuat orang malas menyapa, apalagi menyambanginya.
Baca Juga: KESAKSIAN NYATA Habib Luthfi Bin Yahya Tentang Sosok Gus Muwafiq
Alhasil, sejarah tutur telanjur terbentuk. Nama Daendels diasosiasikan dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36, Herman Willem Daendels yang membangun jalan berlumur darah, Anyer Panarukan (de Groote Postweg).
Padahal dari informasi yang kemudian ditemukan bahwa kedua nama itu bukan orang yang sama, meski memiliki kaitan.
Butuh waktu perjalanan 18 jam dari Jakarta untuk memulai ujung awal rute selatan ini. Bantul, ini merupakan titik nol jalan bernama Daendels tersebut.
Baca Juga: HEAD TO HEAD AREMA FC vs PERSIB Bandung, Mana yang Lebih Hebat Berikut Prediksinya
Jika untuk diingat, batas timur Jalan Daendels adalah Brosot yang dibelah Sungai Progo. Selepas Jembatan Srandakan, jalur yang makin menepi ke selatan bernama Jalan Daendels.
Setidaknya dibuktikan dengan alamat yang tercatat di beberapa papan nama rumah dan warung warga sekitar.
Jalur kemudian meluncur lurus meski satu-dua kali berkelok menghindari perkebunan palawija milik warga.
Ruas jalur ini seakan memiliki dimensi baru: lebih sunyi, senyap, dan hanya satu dua kendaraan yang melintas. Dari beberapa keterangan warga setempat, jalur ini memang kurang populer.
Para pengendara lebih memilih jalur tengah yang juga segaris lurus namun melewati pusat kota Purworejo dan Kebumen. Keramaian, mungkin cuma sekali setahun saat masuk arus mudik orang Jawa.
Padahal jalan ini begitu eksotis lantaran melipir pesisir pantai selatan, bersisian dengan laut lepas Samudra Hindia.
Baca Juga: Reaksi Inul Daratista Kegirangan Arya Saloka sebagai Mas Al Balik Lagi ke Ikatan Cinta
Selang beberapa pesawahan deburan ombak samar terdengar. Jalan ini memasuki daerah yang bernama Kampung Glagah, Congot, dan Paliyan.
Melintasi Mirit dan Ambal
Mirit dan Ambal merupakan kecamatan yang menjadi daerah selanjutnya di Jalan Daendels selatan.
Dua daerah itu masuk dalam kecamatan di Kabupaten Kebumen. Jalan Daendels selatan melintas di daerah ini setelah sekitar 30 kilometer dari Glagah. Di sinilah lokasi yang membuat pengendara enggan melintas.
Baca Juga: Reza Gunawan Suami Dee Lestari Meninggal Dunia, Melaney Ricardo Sampaikan Ucapan Duka
Maaf jika harus menyebut, dua daerah ini terkenal dengan kampungnya bromocorah, jalur begal.
Mbah Kosot (70 tahun), salah satu sesepuh di kawasan ini menyebut dulu memang daerah ini adalah rawa.
Alhasil, ribuan kali diperbaiki pun, jalur itu akan kembali rusak. Disinggung mengenai rawannya jalan ini kala malam, Kosot hanya tersenyum.
"Yang penting wajar-wajar bawa kendaraannya, waspada, dan tetap berdoa," ujarnya dikutip dalam Buku Napak Tilas Jalan Daendels karya Angga Indrawan.
Tidak ingin mengambil risiko yang lebih besar, laju kendaraan penulis belokkan ke utara. Melalui pertigaan Kutoarjo, perjalanan disudahi saat memilih sebuah penginapan di Kota Kebumen.
Satu hal tentang jalur ini, pada beberapa titik sepanjang jalur Daendels terdapat jalur penghubung ke arah tengah untuk memasuki Kota Purworejo, Kebumen, dan Gombong.***