Menuju Panarukan, Kota Terakhir Rute Jalan Raya Pos Warisan Daendels

5 September 2022, 08:11 WIB
Mercusuar Cikoneng diyakini titik nol pembangunan jalan Anyer-Panarukan, yang digarap pada masa penjajahan Belanda, dan memakan banyak korban jiwa. /dispar.bantenprov.go.id

PORTAL MAJALENGKA - Penelusuran Jalan Raya Pos atau lebih dikenal Jalan Anyer Panarukan kali ini membahas sekitar Surabaya, Jawa Timur.

Jalan poros yang dibangun Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels itu memanjang dari ujung Barat hingga Timur Pulau Jawa.

Padahal baru sampai di Surabaya, masih ada sekitar 200 kilometer lagi menuju Panarukan, tempat proyek Jalan Raya Pos itu berakhir.  

Baca Juga: Cerita Daendels di Surabaya 

Pasuruan banyak sekali menyimpan peninggalan Belanda. Wajar kiranya, lantaran posisinya di antara Surabaya dan Panarukan, membuat Pasuruan menjadi lokasi strategis dalam perputaran roda ekonomi Hindia Belanda.

Pasuruan, kawasan yang metropolis, menjadikan daerah ini tempat ramainya para bangsawan dan noni Belanda berpesta ria.

Hal ini selaras dengan temuan beberapa bangunan di Pasuruan. Dominasi bangunan di sepanjang jalan, bergaya Eropa dengan sentuhan artistik khas selera kalangan atas. 

Baca Juga: Kisah Nyata Habib Luthfi bin Yahya Melarang Gus Dullah Pergi Umroh?

Kota Pasuruan menjadi wilayah yang strategis bagi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) beraktivitas.

Sejak 1740, VOC dapat menguasai pantai utara Pulau Jawa termasuk Pasuruan.

VOC menganggap Kota Pasuruan sebagai kota bandar karena kemantapan posisi pelabuhannya untuk sarana transportasi perdagangan. Pasuruan bahkan terus berkembang pesat bahkan ketika VOC dinyatakan bubar. 

Baca Juga: Jembatan Merah Jadi Saksi Pertempuran Arek-arek Suroboyo

Pemerintahan Belanda tetap dianggap penting bagi pengem bangan transportasi pemerintah kolonial.

Pada 1916 peme rintah Belanda menetapkan Pasuruan berstatus Kota Pasuruan lewat Staatgementee van Pasuruan pada Juli 1916, sebuah penetapan Pelabuhan Pasuruan sejak 1926.

Status yang diberikan dari pemerintah Kerajaan Belanda tetap dianggap penting bagi pengembangan transportasi peme rintahan kolonial Hindia Belanda.

Baca Juga: MENGENAL Jenis-Jenis Ikan Platy, Ikan Hias Cantik dengan Harga Ekonomis

Pemerintah Belanda menetapkan Stadsgemeente van Pasuruan pada Juli 1916 , sebuah status kotapraja bagi Pasuruan, sepuluh tahun kemudian, menetapkan pelabuhannya menjadi Pelabuhan Pasuruan

Pelabuhan Pasuruan terkenal dengan nama Pelabuhan Tanjung Tembikar. Sebuah nama yang diambil dari lokasi pelabuhan yang dulunya merupakan pangkalan pedagang tembikar besar

Pelabuhan Pasuruan menjadi pelabuhan terbesar dalam perniagaan di berbagai bidang. Dari pelabuhan inilah, banyak hasil bumi dari berbagai daerah dikirim ke berbagai daerah di pulau Jawa, Sumatera hingga Eropa.

Baca Juga: Kisah Abu Nawas Sembuhkan Penyakit Raja Harun Al-Rasyid, Disuruhnya Mencari Telur Unta

Sampai saat ini pelabuhan masih menjadi penunjang ekonomi kota karena dapat menjadi sarana bagi para nelayan mencari ikan.

Pasuruan juga menjadi miniatur kecil kehidupan pemerintah Hindia Belanda yang heterogen. Peninggalan sejumlah pecinan menandakan kehidupan pribumi, Eropa, dan Cina berdampingan.

Terdapat sisa pecinan dengan ditandainya Kelenteng Tjoe Tik Kiong yang terletak di pusat kota.

Baca Juga: PERJALANAN Nyimas Rara Santang Hingga Miliki Dua Putra Jadi Raja, Sunan Gunung Jati dan Syarif Nurullah

Para pedagang Cina diyakini telah hadir di Pasuruan sejak abad ke 17, meski, dalam sejumlah catatan sejarah Pasuruan telah bernuansa Islam sejak hadirnya kekuasaan Sultan Agung dar Mataram pada 1617.

Juga dapat terlihat bangunan-bangunan kolonial di kawasan Pecinan, yang dibangun oleh etnis Tionghoa.

Akulturasi Cina dengan kehidupan Eropa menja dikan bangunan-bangunan di pasuruan memiliki perpaduan gaya oriental-eropa-pribumi.***

Editor: Andra Adyatama

Sumber: Buku Napak Tilas Jalan Daendels

Tags

Terkini

Terpopuler