Kisah Pengembaraan Walangsungsang dan Rara Santang, Putra Prabu Siliwangi yang Kelak Jadi Raja di Cirebon (1)

1 Februari 2022, 17:20 WIB
Gambar ilustrasi. Dewi Rara Santang ibunda Raja Raja besar Nusantara, yang mengembara bersama sang kakak Walang Sungsang /Pixabay/

PORTAL MAJALENGKA - Sejarah lahirnya Cirebon tidak lepas dari peran Pangeran Walangsungsang atau dikenal sebagai Pangeran Cakrabuana.

Pangeran Walangsungsang merupakan putra mahkota Prabu Siliwangi dengan Nyimas Ratu Subanglarang. Beliau merupakan anak pertama dari keduanya.

Meskipun ayahnya seorang Raja di Tanah Sunda dan beragama Hindu-Budha, tetapi Pangeran Walangsungsang memilih agama ibunya, Islam. Ibunya selain anak seorang pembesar di Mertasinga juga santri Syekh Qura Karawang.

Dilansir Portal Majalengka dari Naskah Purawaka Caruban Nagari, Pangeran Walangsungsang bersama adiknya Rara Santang keluar dari istana Pajajaran dan memilih menjadi pengembara selepas kewafatan ibundanya.

Baca Juga: ORANG CIREBON WAJIB TAHU Wasiat Sunan Gunung Jati untuk Hidup Bahagia

Pangeran Walangsungsang dan Rara Santang mendapat perlakukan tidak baik dari ibu tiri dan saudara tirinya selepas ditinggal wafat ibunya.

Kejadian tersebut membuat Pangeran Walangsungsang dan Rara Santang melakukan pengembaraan ke beberapa daerah.

Dari catatan Naskah Mertasinga, keluarnya Pangeran Walangsungsang dari istana setelah ibunya diusir. Alasanya karena tetap memeluk Islam dan mengamalkan ajaran Islam dalam istana, padahal menurut aturan kerajaan tidak boleh mengamalkan ajaran Islam di dalam lingkungan istana.

Setelah diusir, Nyimas Subang Larang diasingkan ke Banten. Pangeran Walangsungsang memilih keluar istana bersama adiknya Nyimas Rara Santang untuk mengembara mencari guru agama Islam di Gunung Sembung (sekarang bagian dari Gunung Jati Cirebon).

Di Gunung Sembung yang terletak di Cirebon, Walangsungsang bersama Rara Santang belajar agama kepada Syekh Nurjati. Keduanya ditempa dengan ilmu-ilmu keislaman dan menjadi seorang mubaligh.

Baca Juga: Sabet Rekor Muri, Ridwan Kamil Wisuda 2.000 Hafidz dan Hafidzah Sadesha

Kemudian sang guru memerintahkan keduanya pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sebagai kewajiban umat muslim.

Ketika keduanya melaksanakan ibadah haji di Mekah, adik Pangeran Walangsungsang, Nyimas rara Santang dilamar seorang Penguasa Mesir yang dikisahkan baru ditinggal wafat istrinya.

Dari Mekah, Pangeran Walangsungsang menuju Mesir untuk menyertai adiknya menikah. Selepas beberapa bulan di Mesir, Walangsungsang kembali ke Pulau Jawa tanpa disertai adiknya.

Di Pulau Jawa, Pangeran Walangsungsang lebih memilih hidup di Gunung Sembung bersama gurunya, tetapi kemudian hari menetap di Desa Caruban yang didirikan Ki Danusela, seorang Syahbandar Pelabuhan Muara Jati.

Pada mulanya Walangsungsang merahasiakan status pangerananya kepada Ki Danusela, dan hidup mandiri di Caruban sebagai nelayan pencari Rebon (Udang Kecil) sambil dakwah Islam disana.

Baca Juga: TIDAK ADA YANG DISEMBUNYIKAN, Danu Buka-bukaan Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang

Kuwu Caruban, Ki Danusela melihat tingkah laku Pangeran Walangsungsang yang giat, jujur, pintar dan berwawasan sehingga tertarik dan masuk Islam atas petunjuk Walangsungsang.

Ki Danusela juga menikahkan Walangsungsang dengan anak perempuannya. Walangsungsang juga diberi jabatan sebagai Raksabumi di Caruban. Sehingga dikenal dengan nama Pangeran Cakrabuana.

Cakrabuana sebuah gelar jabatan Raksabumi bertugas dalam struktur pemerintahan desa kala itu yang  mengurusi tata kelola tanah atau bumi.

Setelah Ki Danusela meninggal, Pangeran Walngsungsang mewarisi jabatan sebagai Kuwu Caruban, atau menjadi kuwu ke II Caruban.

Sejak kecil Pangeran Walangsungsang memang orang terpelajar yang biasa hidup di istana, maka tata kelola pemerintahan Caruban beliau kelola dengan profesional.

Baca Juga: SHIN TAE-YONG Siapkan Cikal Bakal Timnas Indonesia Menuju Piala Dunia

Atas kecerdasannya, Caruban menjelma menjadi sebuah desa yang maju, bahkan menjadi kota pesisir utara yang ramai dikunjungi orang.

Majunya Caruban di tangan Walangsungsang menarik perhatian pusat kerajaan Pajajaran, sehingga penyelidikan tentang Caruban oleh kerajaan kemudian dilakukan.

Utusan kerajaan Pajajaran kaget setelah mengetahui bahwa Kuwu Caruban merupakan anak Prabu Siliwangi yang telah lama keluar dari istana.

Utusan Kerajaan Pajajaran kemudian melaporkan pada rajanya. Mendapati laporan dari bawahannya, Prabu Siliwangi merasa bangga pada anaknya karena sukses memakmurkan wilayah.

Di kemudian hari, Walangwungsang diangkat menjadi penguasa Caruban dengan gelar Sri Manggana.

Baca Juga: PREDIKSI LINE-UP Persib vs PSM Makasar, Pemain Muda Berbakat Makin Hebat, Teja Paku Alam Dikabarkan Covid-19

Pada masa Walangsungsang, Caruban berubah menjadi kota yang ramai, Caruban juga berangsur-angsur disebut Cirebon karena pelafan orang.

Selain disebut Cirebon, Caruban juga dikenal dengan nama Grage, kependekan dari Nagara Gede (kota besar).

Pangeran Cakrabuana berhasil memimpin Cirebon dan menyejahterakan masyarakat dari berbagai sektor. Baik dari sektor pelabuhan, pertanian hingga perdagangan.

Sosoknya selalu dikenal dan petilasan dan makamnya tidak pernah sepi dikunjungi para penziarah.

Disclaimer: Portal Majalengka hanya sekadar menfinformasikan bagi pembaca dari berbagai referensi. Data di atas sebagai penambah wawasan dan perlu diperkuat referensi lain. *

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: Purawaka Caruban Nagari

Tags

Terkini

Terpopuler