China Rayu Guinea Khatulistiwa Bangun Pangkalan Militer, Amerika Serikat Langsung Ambil Tindakan

11 Desember 2021, 10:00 WIB
Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping melakukan pertemuan secara virtual, membahas banyak topik termasuk rencana pembangunan pangkalan militer China di Guinea Khatulistiwa. /Reuters/

PORTAL MAJALENGKA - China berusaha merayu Guinea Ekuatorial atau Guinea Khatulistiwa agar mengizinkan mereka membangun pangkalan militer di lepas pantai mereka.

Menurut sebuah laporan, rayuan China terhadap Guinea Khatulistiwa itu sebagai sebuah langkah yang akan memberi Beijing pijakan di Atlantik dan sangat mengkhawatirkan Washington.

Pejabat intelijen Amerika Serikat percaya Presiden China Xi Jinping, meyakinkan presiden Guinea Khatulistiwa Teodoro Obiang Nguema Mbasogo, untuk mengizinkan perluasan pelabuhan di kota Bata dan diubah menjadi pangkalan militer.

Jika China mengubah pelabuhan Bata menjadi pangkalan militer, itu akan memungkinkan Beijing memperbaiki dan mempersenjatai kapal perang dan peralatan angkatan laut lainnya di perairan yang sama di mana Pesisir Timur AS berada.

Baca Juga: Natuna Jelas Milik Indonesia Bukan China Maupun Malaysia, Ini Faktanya

“Kami telah menjelaskan kepada Guinea Khatulistiwa bahwa langkah-langkah potensial tertentu yang melibatkan aktivitas (China) di sana akan meningkatkan masalah keamanan nasional,” kata pejabat senior pemerintahan Biden kepada The Wall Street Journal seperti dikutip Dailymail.

Para pejabat memperdebatkan pangkalan militer China di perairan Atlantik sebagai mimpi buruk bagi Amerika Serikat, di tengah ketegangan kedua negara mengenai Taiwan dan asal-usul Covid-19.

China hanya memiliki satu pangkalan militer di luar negeri, yakni di Djibouti Afrika Timur yang dibuka tahun 2017. Itu terletak di sisi lain benua Afrika, dan menghadap ke perairan Teluk Aden.

Pada tahun 2009, Cina meningkatkan pelabuhan komersial di Kota Bata Guinea Khatulistiwa, kota terbesar di daratan. Ibu kota Negara Malabo, berada di sebuah pulau yang berjarak satu jam penerbangan dari daratan.

Baca Juga: Genjatan Senjata Hamas dengan Israel Dimulai, Begini Tanggapan Joe Biden

Pada bulan Oktober, wakil Penasihat Keamanan Nasional Joe Biden, Jonathan Finer, dikirim ke Guinea Ekuatorial untuk berbicara dengan presiden tentang masalah tersebut.

Presiden berusia 79 tahun, pemimpin terlama di Afrika yang telah memerintah negara itu selama 42 tahun mengirim putranya dan pewaris untuk bertemu Finer.

Teodoro Nguema Obiang Mangue, wakil presiden berusia 53 tahun dan wajah internasional rezim yang menjelajahi dunia, memposting video ke Instagram yang menunjukkan dia bertemu Finer 19 Oktober, dan berterima kasih atas kunjungannya.

Dia kemudian men-tweet foto nampan perak yang diberikan Finer kepadanya. Seminggu kemudian, dia kemudian men-tweet foto dirinya bertemu dengan delegasi Tiongkok dan berterima kasih kepada mereka atas dukungan mereka untuk negaranya.

Baca Juga: Rusia Hancurkan Satelit Tselina-D, Amerika Serikat Perintahkan Astronot NASA Berlindung

Pada akhir bulan ini, delegasi tingkat tinggi dari Guinea Khatulistiwa akan melakukan perjalanan ke Senegal untuk menghadiri forum China-Afrika.

Pada bulan April, Jenderal Stephen Townsend, komandan Komando Afrika AS bersaksi di depan Senat bahwa ancaman paling signifikan dari China adalah fasilitas angkatan laut yang berguna secara militer di pantai Atlantik Afrika.

“Maksud saya sesuatu yang lebih dari tempat di mana mereka dapat melakukan panggilan pelabuhan dan mendapatkan gas dan bahan makanan,” terang Townsend.

Sementara Mayor Jenderal Andrew Rohling, komandan Satuan Tugas Eropa Selatan Angkatan Darat AS—Afrika, mengatakan kekhawatiran AS adalah China mengembangkan pangkalan angkatan laut di Guinea Khatulistiwa kemudian akan memberi mereka kehadiran angkatan laut di Atlantik.

Dikutip Dailymail dari The Wall Street Journal, pemerintahan Biden memberi tahu Guinea Ekuatorial bahwa tidak bijaksana terlibat dalam ketegangan AS-China.

Baca Juga: Resmi Dilantik, Presiden Joe Biden Hadapi 4 Krisis Utama dan Bersumpah Akhiri 'Perang Tak Beradab'

Mereka menekankan AS dapat mengirimkan bantuan setelah ledakan amunisi menghancurkan sebuah pangkalan militer di dekat Bata, menewaskan 100 orang dan menekankan industri minyak negara itu bergantung pada teknologi AS.

Diplomat Amerika di Mauritania, di sepanjang pantai barat laut Afrika, telah menyarankan pihak berwenang setempat untuk menolak segala upaya Beijing untuk menggunakan pelabuhan buatan China untuk tujuan militer.

Pentagon mengatakan China kemungkinan telah mempertimbangkan pangkalan-pangkalan Afrika di Kenya, Seychelles, Tanzania dan Angola.

“China tidak hanya membangun pangkalan militer seperti AS,” kata Paul Nantulya, rekan peneliti di Pusat Studi Strategis Afrika yang didanai Pentagon.

“Model China sangat berbeda. Ini menggabungkan elemen sipil dan juga keamanan,” pungkasnya. *

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: dailymail.co.uk

Tags

Terkini

Terpopuler