Oleh : Ummu Munib*
Dunia penerbangan Indonesia kembali dirundung duka. Pasalnya pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ 182 dengan rute Jakarta- Pontianak terjadi hilang kontak.
Sekitar sepuluh menit setelah lepas landas (take off) dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Sabtu 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB.
Pesawat berjenis Boeing 737-500 ini dikabarkan mengangkut 62 orang terdiri dari awak dan penumpang dikabarkan jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
Baca Juga: Gunung Merapi Kembali Erupsi, BPBD Klaten Imbau Warga KRB III Segera Turun
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan bahwa kondisi pesawat Sriwijaya Air SJ182 layak terbang.
Sebab, pesawat berjenis Boeing 737-500 tersebut memiliki Certificate Airworthiness (Sertifikat Kelayakudaraan) yang diterbitkan oleh Kemenhub, dengan masa berlaku hingga 17 Desember 2021.
Pengawasan rutin telah dilakukan oleh Ditjen Perhubungan Udara sesuai dengan program pengawasan dalam rangka perpanjangan sertifikat pengoperasian pesawat (AOC) Sriwijaya Air pada bulan November 2020.
Baca Juga: Termasuk Daerah Rawan Bencana, Komisi VIII DPR RI Kunjungan Kerja ke Majalengka
Hasilnya pesawat Sriwijaya Air memenuhi ketentuan yang ditetapkan, demikian ungkap Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati melalui keterangan tertulis, Senin (11/1/2021).
Terkait kebijakan tentang pembatasan usia pesawat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mencabut aturan tentang pembatasan usia pesawat.
Kemudian menggantinya dengan aturan baru yang mengembalikan batasan maksimal usia pesawat angkutan niaga, sesuai aturan dari pabrikannya.
Baca Juga: Desakan Penerapan 'Lockdown' di Jawa Tengah, Ganjar Pranowo: Tidak Semudah Itu
Kebijakan ini diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No.115/2020 tentang batas usia pesawat udara yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga.
Kebija]kan ini sebagai pelengkap kebijakan Permenhub No. 27/2020 yang mencabut Permenhub No. 155/2016 tentang batas usia pesawat udara yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga.
Dadun Kohar selaku Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) mengatakan berdasarkan referensi dari pabrikan tidak ada pembatasan usia pesawat. Melaiankan dibatasi penggunaannya dengan flight hours atau cycles (pendaratan).
Baca Juga: Dapat Jatah 722 Ribu, Ini Prioritas Vaksinasi Covid-19 di Majalengka
Jadi bisa saja walaupun usia pesawatnya masih sesuai ketentuan di atas, tapi kalau sesuai rekomendasi pabrikan sudah tidak layak dipakai, maka pesawat tersebut tidak bisa dioperasikan lagi.
Di sisi lain, menurutnya, kebijakan yang baru tersebut akan mendorong iklim investasi yang lebih menguntungkan untuk operator dengan tidak mengurangi faktor keselamatan.
Hal ini dikarenakan kondisi usia pesawat di Indonesia saat ini relatif banyak yang dibawah ketentuan Kepmenhub No. 115/2020, maka kekhawatiran akan berdampak terhadap faktor keselamatan sangat kecil.
Baca Juga: Jangan Bebankan Pemkab, Pilkades Serentak Menjadi Beban Bersama Antara APBD Majalengka Dengan APBDes
Betapa khawatirnya kita dengan adanya pencabutan pembatasan usia kendaraan layak jalan. Hal ini akan menjadi peluang untuk tetap menggunakan kendaraan yang sejatinya tak layak jalan demi meraih keuntungan.
Sehingga keselamatan penumpang akan terabaikan. Sebab dalam sistem kapitalisme sekularisme, hampir semua sektor dijadikan ajang bisnis. Terlebih bidang transportasi, merupakan lahan basah.
Ketika suatu negara berjumlah penduduk tinggi, maka akan memerlukan tranportasi yang tinggi pula.
Baca Juga: Jokowi Jalani Vaksinasi Covid-19 Dosis Kedua, Begini Pesannya
Cara pandang kapitalisme dengan asasnya keuntungan semata, dan sekularisme asasnya memisahkan agama dari ranah kehidupan, maka transportasi tidak lagi dijadikan sebagai bentuk pelayanan umum oleh negara bagi masyarakat.
Negara hanya berfungsi sebagai regulator sedangkan yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada para pihak swasta dalam hal ini para pemilik modal (kapitalis) untuk berbisnis.
Ketika layanan transportasi dikelola swasta ataupun pemerintah namun dalam kaca mata komersil, maka keuntungan adalah prioritas, sedangkan keselamatan penumpang menjadi nomor dua.
Baca Juga: Ini Tren Dekorasi Pernikahan Pada 2021
Berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang bahwa nyawa manusia sungguh mahal harganya. Allah Swt. berfirman:
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS. al- Maidah: 32).
Kemudian sistem Islam mengamanahkan kepada penguasa dalam hal ini khalifah sebagai penanggung jawab dan pengurus urusan rakyat. Negara tidak boleh lalai atas keamanan dan keselamatan warganya, termasuk dalam masalah transportasi.
Baca Juga: Kota Bekasi Perpanjang PPKM Selama 30 Hari ke Depan
Negara wajib menyediakan sarana transportasi publik yang memadai sesuai kondisi suatu wilayah. Kemudian memastikan kelayakannya, sehingga rakyat merasa nyaman dan aman menggunakan transpotrasi umum.
Sejarah mencatat pada tahun 1900 M, Sultan Abdul Hamid II merencanakan proyek “Hejaz Railway”. Sebuah proyek pembangunan jalur kereta yang terbentang dari Istanbul ibu kota Khilafah hingga Makkah, melewati Damaskus, Jerusalem, dan Madinah.
Di Damaskus jalur ini terhubung dengan “ Baghdad Railway” yang rencananya akan terus ke timur. Kemudian menghubungkan seluruh negeri Islam lainnya. Proyek ini diumumkan ke seluruh dunia Islam dan umat berduyun-duyun berwakaf.
Baca Juga: Hari Ini Listyo Sigit Prabowo Resmi Dilantik Presiden Jokowi sebagai Kapolri
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pengelolaan transportasi dalam Islam jauh dari aspek bisnis. Dimana negara wajib mengelolanya dalam rangka melayani kebutuhan rakyatnya.
Negara wajib menjamin keselamatan transportasi. Untuk itu tiada yang layak untuk diterapkan di bumi ini kecuali hukum Allah Swt. semata. Hukum yang sempurna karena datang dari Yang Maha Sempurna.
Baca Juga: Tersisa Enam daerah Zona Merah di Jawa Barat, Majalengka Tambah Pasien Sembuh dari Covid-19
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
*Penulis Adalah Ibu Rumah Tangga