Kisah Para Wali Cirebon dan Raja-raja Nusantara Dikisahkan oleh Pangeran Wangsakerta (2)

- 14 Juli 2022, 21:00 WIB
Pangeran Cakrabuana, putera mahkota Pajajaran Pendiri Kesultanan Cirebon.
Pangeran Cakrabuana, putera mahkota Pajajaran Pendiri Kesultanan Cirebon. /

PORTAL MAJALENGKA - Sejarah lahirnya Cirebon tidak lepas dari peran dua anak Prabu Siliwangi, yaitu Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana dan Rara Santang atau Syarifah Muda’im.

Pangeran Walangsungsang merupakan putra mahkota Prabu Siliwangi dengan Nyimas Ratu Subanglarang. Beliau merupakan anak pertama dari keduanya.

Meskipun ayahnya seorang raja di tanah Sunda dan sudah tentu bukan Islam, tetapi Pangeran Walangsungsang lebih memilih Islam yang juga agama ibunya. Ibunya selain anak seorang pembesar di Mertasinga juga merupakan santri Syekh Qura Karawang.

Dilansir Portal Majalengka dari Naskah Pustaka Raja-Raja I Bhumi Nusantara, dikisahkan Pangeran Walangsungsang bersama adiknya Rara Santang keluar dari istana Pajajaran dan memilih menjadi pengembara selepas ibundanya wafat.

Baca Juga: Kisah Pengembaraan Walangsungsang, Rara Santang dan Sunan Gunung Jati dalam Naskah Wangsakerta (1)

Kemudian Walangsungsang dan Rarasantang pergi ke bukit Amparan Jati di pondok pengajian Syekh Datuk Kahfi, yaitu Syekh Maulana Idhofi Mahdi.

Syekh Datuk Kahfi memberi petunjuk kepadanya siswanya untuk menunaikkan ibadah haji ke tanah suci Mekah. Namun Nyai Endang Geulis tidak diizinkan ikut karena sedang hamil tua.

Kemudian Ki Samadullah dan adiknya mengendarai perahu besar kemudian sampailah ke Pelabuhan Jidah namanya. Disini terlihat Raja Mesir, yakni Syarif Abdullah dengan gelar Sultan Mahmud.

Pada saat itu Syarif Abdullah jatuh cinta kepada putri Pajajaran, yang cantik rupanya seperti rembulan tanggal 14 tengah bulan.

Baca Juga: Kisah Pengembaraan Walangsungsang, Rara Santang dan Sunan Gunung Jati dalam Naskah Wangsakerta (2)

Selanjutnya Nyai Rara Santang diperistri Syarif Abdullah dengan diberi gelar Nyai Syarifah Mudaim, sedang sang kakak diberi sebutan Haji Abdullah Imam Al Jawi.

Dari pernikahannya dengan Nyai Syarifah Mudaim, Syarif Abdullah memiliki putra Syarif Hidayatullah tahun 1370 Saka atau 1448 Masehi yang kelak dikenal dengan Sunan Gunung Jati.

Tersebutlah pada waktu pulang ke tanah Jawa, Walangsungsang berhenti di negeri Campa. Pada akhirnya sampai di Carbon dan menjadi penyebar agama Islam.

Adapun perkawinan Walangsungsang dengan Nyai Endang Geulis berputra perempuan yakni Nyai Pakungwati namanya.

Kisah Ki Gede Alang-Alang bersama Walangsungsang dan Rara Santang berlanjut dan tinggal di Dukuh Cirebon Pasisir.

Baca Juga: Romantisnya Raja Hud dari Mesir Melamar Rara Santang di Gunung Tursinah, Disaksikan Pangeran Cakrabuana

Pangeran Walangsungsang larut dengan kehidupan masyarakat kecil, dan dia memerankan dirinya sebagal guru Agama Islam, dengan panggilan akrab Ki Samadullah.

Bersama santri-santrinya, Ki Samadullah, mendirikan Tajug (Masjid) diberi nama Jalagrahan. (Jala=air; grahan=rumah), yang terletak di tepi laut.

Sebelumnya Cirebon dipimpin oleh Ki Danusela atau Ki Gede Alang-Alang dan wakilnya Pangeran Walangsungsang.

Setelah Ki Gede Alang-Alang meninggal, Pangeran Walngsungsang mewarisi jabatan sebagai Kuwu Caruban dan dia menjadi Kuwu ke-II Caruban.

Disinilah Walangwungsang diangkat menjadi penguasa Caruban dengan gelar Sri Manggana. Atas kecerdasannya, Caruban menjelma menjadi sebuah desa yang maju bahkan menjadi kota pesisir utara yang ramai dikunjungi.

Baca Juga: Kisah Wali Sufi, Lelaki Bejat Ingin Melihat Rupa Setan, Abu Nawas: Begini Caranya

Majunya Caruban di tangan Walangsungsang menarik perhatian pusat Kerajaan Pajajaran, sehingga penyelidikan tentang Caruban oleh kerajaan kemudian dilakukan.

Betapa kagetnya utusan Kerajaan Pajajaran setelah mengetahui bahwa Kuwu Caruban merupakan anak Prabu Siliwangi yang telah lama keluar dari istana.

Utusan Kerajaan Pajajaran kemudian melaporkan pada rajanya. Mendapati laporan dari bawahanya, Prabu Siliwangi merasa bangga pada anaknya karena sukses memakmurkan wilayah. 

Pada masa Walangsungsang, Caruban berubah menjadi Kota yang ramai dan berangsur-angsur disebut Cirebon karena pelafan orang. Selain disebut Cirebon, Caruban juga dikenal dengan nama Grage, kependekan dari Nagara Gede (Kota Besar).

Baca Juga: BATORO KATONG Manusia Sakti Penakluk Ponorogo di Zaman Sunan Gunung Jati dan Walisongo

Pangeran Cakrabuana berhasil memimpin Cirebon dan mensejahterakan masyarakat dari berbagai sektor.  Baik dari sektor pelabuhan, pertanian hingga perdagangan.

Setelah menjadi penguasa Cirebon,  Walangsungsang berhasil mengislamkan mayoritas penduduk Cirebon.

Selain itu, Walangsungsang juga membangun istana sebagai tempat pemerintahan yang dinamai Pakungwati, nama yang dambil dari salah satu anak perempuannya.

Kemudian Pangeran Walangsungsang alias Haji Abdullah Imam membentuk tentara yang dilengkapi pasukan panah. Maka jadilah Cirebon sebagai kerajaan corak Islam pertama di Kerajaan Sunda Pajajaran.

Sri Baduga Maharaja Kerajaan Sunda, sangat gembira mendengar keberhasilan puteranya. Kemudian dia mengutus Tumenggung Jagabaya disertai pasukan untuk menobatkan puteranya.

Baca Juga: KERAMAT WALI, Imam Al Jazuli Pengarang Dalailul Khairat Meninggal dalam Keadaan Sujud

Sang Prabu mengirimkan Pratanda (tanda keprabuan) dan Anarimakna Kacakrawartyan (tanda kekuasaan), sebagai tanda pengakuan dan pengukuhan puteranya.

Pangeran Walangsungsang, atau Ki Samadullah, atau Ki Cakrabumi, atau Pangeran Cakrabuana dinobatkan sebagai Tumenggung dan diberi gelar Sri Mangana oleh ayahnya, Sri Baduga Maharaja.

Di kemudian hari, Walangwungsang diangkat menjadi penguasa Caruban dengan gelar Sri Manggana.

Sosoknya selalu dikenal dan petilasan dan makamnya tidak pernah sepi dikunjungi para penziarah.

Disclaimer: Portal Majalengka hanya sekadar menfinformasikan bagi pembaca dari berbagai referensi. Data sebagai penambah wawasan dan perlu diperkuat referensi lain. *

Editor: Ayi Abdullah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah