Hari Valentine, Pemberontakan Peta di Blitar dan Hilangnya Shudancho Supriyadi

8 Februari 2022, 19:49 WIB
Peristiwa penting 14 Februari, pemberontakan Peta Blitar dan hilangnya Shudancho Supriyadi /Monumen Pahlawan di sekitar Jl. Shodanco Soeprijadi, Kota Blitar//Diskominfotik Kota Blitar//

 

PORTAL MAJALENGKA - Hari Valentine selalu identik dengan ungkapan kasih sayang. Kasih sayang yang dicurahkan dalam momentum Hari Valentine tidak melulu cinta kepada pasangan.

Tapi, kasih sayang terhadap bangsa dan negara juga bisa diungkapkan pada saat Hari Valentine.

Hal inilah yang dilakukan sekelompok pasukan Pembela Tanah Air (Peta) pada 14 Februari 1945 di Blitar, Jawa Timur yang untuk beberapa orang bertepatan dengan Hari Valentine.

Berdasarkan catatan sejarah yang berhasil dirangkum Portal Majalengka, saat itu telah terjadi pemberontakan pasukan Peta terhadap pendudukan Jepang di Pulau Jawa.

Baca Juga: Hari Valentine, Angel Di Maria Lahir

Jepang pada awalnya masuk ke Hindia-Belanda disambut dengan gegap gempita oleh kaum pribumi. Sebab, mereka berhasil mengusir Belanda dari Nusantara yang telah menjajah ratusan tahun.

Dengan kampanye Jepang sebagai penyelamat Asia, pribumi sangat menghormati para tentara Jepang.

Sebagai bentuk kepedulian Jepang terhadap penduduk pribumi, mereka melatih sejumlah pemuda agar mempunyai keterampilan militer yang modern saat itu.

Pemuda pribumi yang dilatih itu, menyebut dirinya sebagai pasukan Pembela Tanah Air (Peta).

Baca Juga: TIPS BALI UNITED Jadi Tim Paling Sedikit Terkena Covid-19, Pelajaran Bagi Persib Bandung dan Arema FC

Di setiap wilayah khususnya Pulau Jawa, kantong-kantong PETA didirikan. Pemuda pribumi pada awalnya banyak yang tertarik bergabung.

Seiring berjalannya waktu, sifat asli tentara Jepang mulai terkuak. Bukannya membaik setelah Jepang dating, justru rakyat pribumi semakin menderita akibat kebijakan pendudukan Jepang.

Seperti Romusha alias kerja paksa, perampasan hasil pertanian, dan perlakuan rasis terhadap penduduk pribumi dan pasukan Peta.

Melihat situasi tersebut, Shodancho Supriyadi merasa prihatin dan menyusun rencana pemberontakan kepada Jepang.

Baca Juga: Tipe Kepribadian: Apakah kamu Koleris, Sanguin, Melankolis, atau Phlegmatis

Shodancho adalah jabatan struktural di dalam Peta yang setara dengan komandan peleton.

Setelah melakukan konsolidasi dengan pasukannya, Supriyadi langsung melakukan gerakan pemberontakan pada 14 Februari 1945 atau 6 bulan sebelum pekik kemerdekaan di kumandangkan oleh Soekarno-Hatta.

Namun, rupanya rencana ini disusun tidak terlalu matang. Bahkan, Kempetai atau polisi rahasia Jepang sudah mencium gelagat pemberontakan itu.

Alhasil, pemberontakan tidak maksimal dan tidak berjalan sesuai rencana karena tidak semua pasukan Peta ikut bergabung.

Sehingga, Peta pusat yang ada di Jakarta mengirimkan pasukan untuk mengatasi pemberontakan ini.

Baca Juga: KABAR GEMBIRA! 5 Bansos Pemerintah Cair Bulan Februari 2022 : BLT DD, PKH BPNT, Prakerja, PIP KIP dan KJP Plus

Pasukan Peta pimpinan Shudancho Supriyadi terdesak. Difasilitasi Dinas Propaganda Jepang, Kolonel Katagiri membujuk Shodancho Muradi salah satu pentolan pemberontak.

Mereka minta seluruh pasukan pemberontak kembali ke markas batalyon.

Shodancho Muradi mengajukan syarat kepada Kolonel Katagiri agar senjata para pemberontak tidak boleh dilucuti Jepang, dan para pemberontak tidak boleh diperiksa atau diadili Jepang.

Kolonel Katagiri menyetujui syarat tersebut dengan memberikan pedangnya sebagai jaminan. Upaya yang dilakukan oleh Kolonel Katagiri ternyata tidak bisa diterima Komandan Tentara Jepang XVI.

Baca Juga: SELAMAT! MODAL HP Android Bisa Dapatkan Bansos BST, PKH, BPNT dan PBI, Berikut Cara Cek dan Daftatnya

Justru, mereka malah mengirim Kempetai untuk mengusut pemberontakan Peta dan Jepang melanggar janjinya.

Sebanyak 78 orang perwira dan prajurit Peta dari Daidan Blitar ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara untuk kemudian diadili secara militer di Jakarta.

Enam orang divonis hukuman mati di Ancol pada tanggal 16 Mei 1945, enam orang dipenjara seumur hidup dan sisanya dihukum sesuai dengan tingkat kesalahan.

Lalu kemanakah Shodancho Supriyadi? Hingga saat ini jejaknya masih misterius. Ada yang mengatakan dia tewas saat tentara Jepang menyerang dalam pertempuran.

Baca Juga: PREDIKSI SKOR, Persija vs Madura United, Coach Sudirman Sama Dengan Angelo Alessio, Belum Ada Peningkatan

Sebagian orang lainnya berasumsi Supriyadi tewas diterkam binatang buas di hutan-hutan sekitar Kota Blitar.

Usai proklamasi kemerdekaan Indonesia merdeka, Presiden Soekarno mengangkat Shudancho Supriyadi sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.

Tapi, Shudancho Supriyadi tidak pernah muncul untuk menerima mandat tersebut hingga saat prosesi pelantikan para menteri.

Karena Shudancho Supriyadi benar-benar tidak muncul, Presiden Soekarno mengangkat dan melantik Imam Muhammad Suliyoadikusumo sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.

Baca Juga: Sering Terlilit Utang dan Kebutuhan Hidup Terus Bertambah, Simak Nasihat Nabi Muhammad SAW

Sebagai bentuk apresiasi dan mengenang jasa-jasanya, Pemerintah Republik Indonesia mengangkatnya sebagai salah satu pelopor kemerdekaan, serta sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga didirikan Monumen Peta tepat di lokasi penyerangan yang dilakukan Shudancho Supriyadi terhadap Jepang. *

Editor: Ayi Abdullah

Tags

Terkini

Terpopuler