KOCAK! Begini Jawaban Abu Nawas Ketika Ditanya Warna Angin

23 Agustus 2022, 10:15 WIB
KOCAK! Begini Jawaban Abu Nawas Ketika Ditanya Warna Angin /tangkapan layar/youtube@humorsufiofficial

PORTAL MAJALENGKA - Abu Nawas dikenal sebagai tokoh yang hidup di zaman khalifah Harun Al Rasyid.

Selain dikenal sebagai penyair, Abu Nawas yang bernama lengkap Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami ini juga seorang sufi.

Abu Nawas merupakan sosok yang memiliki kecerdasan dan keunikan dalam menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinya.

Baca Juga: Jawaban Cerdik Abu Nawas Saat Dijebak oleh Gubernur

Dikisahkan pada saat itu, Harun Al Rasyid menunjuk kawannya untuk menjabat sebagai gubernur di kota Abu Nawas. Namun sayangnya orang yang ditunjuk ini menyalahgunakan jabatannya.

Dengan sewenang-wenang dia memerintahkan para prajurit untuk menangkap para sastrawan yang dianggap pintar.

Setelah beberapa sastrawan berhasil ditangkap kecuali Abu Nawas, mereka dihadapkan kepada gubernur yang baru. Satu persatu diantara mereka ditanya oleh sang gubernur.

Baca Juga: Kisah Keramat Wali Gus Dur: Berkomunikasi dan Ditalqin Syekh Abdul Qodir Al Jaelani

"Menurutmu saya Gubernur yang adil atau zalim?," tanya si gubernur.

"Anda adalah Gubernur yang zalim," jawab sastrawan pertama.

Sang gubernur terperanjat dengan jawaban tersebut.

"Apa alasanmu?," tanya sang gubernur.

Baca Juga: Luis Milla Belum Bisa Tangani Persib Bandung Kontra Bali United Sore Nanti, Ini Alasannya

"Karena Anda telah menangkap kami tanpa sebab," jawab sastrawan pertama.

"Prajurit masukkan dia ke dalam penjara. Besok dia harus dihukum mati," pinta sang gubernur.

Sastrawan berikutnya dipanggil dan diberi pertanyaan yang serupa.

"Menurutmu saya gubernur yang adil atau zalim," tanya sang gubernur.

Baca Juga: Setelah Dikenalakan Publik, Ini Misi Luis Milla bagi Kemajuan Persib Bandung

"Tuanku adalah Gubernur yang adil," jawab sastrawan kedua.

"Apa alasanmu?," tanya sang gubernur kembali.

"Karena tuanku sangat memperhatikan rakyatnya," jawab sastrawan tersebut.

"Kamu pembohong. Prajurit masukkan dia ke dalam penjara besok dia harus dihukum mati," kata sang gubernur.

Baca Juga: LINK LIVE STREAMING dan Prediksi Skor Persib Bandung vs Bali United Sore Ini

Begitulah seterusnya. Apabila dijawab adil ataupun zalim sang gubernur tetap memberikan hukuman mati pada para sastrawan.

Kemudian beberapa sastrawan yang belum tertangkap mendatangi rumah Abu Nawas.

"Tolonglah kami Abu Nawas beberapa kawan kita dijatuhi hukuman mati," kata mereka penuh khawatir.

Abu Nawas terkejut mendengarnya. "Kenapa Gubernur melakukan hal itu, bagaimana ceritanya?," tanya Abu Nawas heran.

Baca Juga: 40 Hari Dalam Kubur, Si Tukang Kayu Ini Rela Temani Mayat Konglomerat demi Dapatkan Setengah Hartanya

"Kami sendiri tidak tahu Abu Nawas. Tanpa sebab Gubernur yang baru menangkapi para sastrawan di kota kita, lalu mereka ditanya satu per satu 'Apakah dia gubernur yang adil atau zalim'. Bila jawabannya zalim akan dihukum mati bila jawabannya adil juga tetap akan dihukum mati," kata mereka menjelaskan.

"Pasti Gubernur sakit, dia sudah tidak waras," ucap Abu Nawas.

"Itulah kenapa kita ke sini Abu Nawas. Kita mendatangimu agar kau menyelamatkan kawan-kawan kita. Sebab rencananya besok kawan-kawan kita akan dihukum mati," tutur mereka.

"Baiklah aku akan ke istana gubernur sekarang juga. Kalian pulanglah," ucap Abu Nawas.

Baca Juga: LIHAT YANG TERJADI! Kisah Keramat Wali Gus Dur Ketika Hendak Dikerjai Wartawan

Maka berangkatlah Abu Nawas ke istana. Sesampainya di tempat Gubernur Abu Nawas langsung menghadap sang gubernur. Melihat kehadiran Abu Nawas sang gubernur langsung emosi.

"Ngapain kau datang ke istanaku," tanya sang gubernur.

"Saya mendengar kabar Anda menyuruh beberapa prajurit untuk menangkapi para sastrawan pintar di kota ini. Tapi kenapa aku tidak ditangkap. Saya sangat tersinggung," jawab Abu Nawas.

"Oh jadi kamu menganggap dirimu bagian dari mereka?," tanya sang gubernur.

Baca Juga: RESMI! Mantan Penyerang Timnas U-19, Bagus Kahfi Bergabung dengan Klub Yunani, Asteras Tripolis

"Tentu saja masyarakat di kota ini tahu siapa aku. Aku adalah sastrawan terpandai di kota ini," balas Abu Nawas.

"Baiklah algojo tangkap Abu Nawas dan penggal lehernya perintah," pinta sang gubernur.

"Tunggu dulu sebelum leherku dipenggal perintahkan algojomu agar jangan sampai merusak rambutku. Sebab aku baru saja keluar dari tukang cukur," sahut Abu Nawas.

"Mendengar itu sang Gubernur langsung tertawa. Itulah jiwa kesatria yang aku kagumi darimu aku mengampunimu Abu Nawas," kata sang gubernur.

Baca Juga: Asnawi Mangkualam Sumbang 1 Assist, Ansan Greeners Tertahan oleh 10 Pemain Chungnam Asan FC

"Bolehkah aku meminta satu permintaan?," tanya Abu Nawas.

"Apa permintaanmu katakan saja," jawab sang gubernur.

"Saya juga minta pengampunan untuk kawan-kawanku," pinta Abu Nawas.

Sejenak Sang Gubernur terdiam.

Baca Juga: Inilah Penyebab Dasar Ikan Mas Koki di Aquarium Mati Mendadak, Pemelihara Wajib Cegah

"Aku akan mengabulkan permintaanmu. Tapi ada syaratnya kamu harus bisa menjawab tiga pertanyaanku," ujar sang gubernur.

"Baik Tuan, saya siap menjawabnya," sahut Abu Nawas.

"Menurutmu aku gubernur yang adil atau zalim?," tanya sang gubernur.

"Tuan bukan gubernur yang adil, bukan pula gubernur yang zalim. Orang-orang yang zalim itu adalah kita. Sedangkan Tuan adalah pedang keadilan yang membalas kezaliman," jawab Abu Nawas.

Baca Juga: Sosok Ibnu Wafid, Ahli Farmakologi yang Menyelidiki Obat Bius

"Luar biasa. Jawabanmu sungguh menakjubkan Abu Nawas. Sekarang pertanyaan kedua mana yang lebih bermanfaat matahari atau bulan?," tanya sang gubernur.

"Matahari terbit di siang hari bersamaan dengan terangnya dunia. Maka menurutku matahari kurang bermanfaat sementara bulan terbit di waktu malam yang menerangi dunia dan menjadikannya seperti siang maka menurutku manfaat bulan lebih besar," jawab Abu Nawas.

Sang Gubernur pun tertawa dengan jawaban Abu Nawas. Meskipun nyeleneh tapi masuk akal.

"Baiklah Abu Nawas sekarang pertanyaan yang terakhir, menurutmu warna angin itu apa?," tanya sang gubernur.

Baca Juga: Kisah Pencari Puntung Rokok dan Gus Dur, Saling Berbalas Salam Meski Belum Pernah Bertemu

"Warna angin itu merah Tuan," jawab Abu Nawas enteng.

"Apa alasanmu," tanya sang gubernur kembali.

"Kalau kita masuk angin lalu badan kita dikerok pasti akan muncul warna merah pada tubuh kita. Itu menunjukkan kalau anginnya sedang keluar, berarti warna angin adalah merah," jawab Abu Nawas.

Untuk kedua kalinya Sang Gubernur dibuatnya tertawa terpingkal-pingkal karena jawaban dari Abu Nawas.

Baca Juga: Mengenal Sosok Ad-Damiri, Sang Ahli Ilmu Hewan Terbesar

"Kamu memang cerdik Abu Nawas. Kamu mendapatkan apa yang kau inginkan. Ternyata apa yang dikatakan Baginda Raja tentangmu memang benar Abu Nawas," tutur sang gubernur.

Abu Nawas spontan kaget mendengar nama Baginda Raja disebut.

"Maksudnya Tuan bagaimana?," tanya Abu Nawas penasaran.

"Sebelum aku ditugaskan kemari Baginda Raja memberitahu saya kalau di kota ini banyak sastrawan pintar dan di antara sastrawan yang paling cerdik adalah kamu. Saya berniat memanggil mereka untuk saya kasih hadiah tapi sebelumnya saya ingin mengerjai mereka dulu ternyata kamu malah datang untuk membantu mereka dan ini adalah suatu kesempatan bagi saya untuk menguji kecerdasanmu," jelas sang gubernur menjelaskan.

Baca Juga: Pencipta Lagu Joko Tingkir Ngobe Dawet Akhirnya Meminta Maaf Usai Ditegur Gus Muwafiq

"Jadi hukuman mati yang Tuan berikan hanya pura-pura?," tanya Abu Nawas kaget.

"Benar Abu Nawas. Saya hanya ingin mengerjai mereka sebelum aku memberikan hadiah kepada mereka," jawab sang gubernur.

Abu Nawas pun terdiam sejenak. "Kurang ajar ternyata aku masuk ke dalam perangkapnya. Tunggu saja pembalasanku nanti," ucap Abu Nawas dalam hati.

Baca Juga: 6 Kriteria Baby Ikan Channa Maru yang Layak Jadi Pilihan, Bekal Pemula Memilih di Ombyokan

Demikian kisah keramat wali sufi Abu Nawas. Semoga bermanfaat. Waallahua'lam bisshawab.***

Editor: Husain Ali

Sumber: YouTube JUHHA OFFICIAL

Tags

Terkini

Terpopuler