Baca Juga: Keramat Sunan Gunung Jati Mampu Menyembuhkan Gangguan Psikologis
Di masa kepemerintahan Sunan Gunung Jati, ciri yang paling menonjol dari azas ini adalah saat kekuasaan pusat kuat, maka birokrasi lokal bertindak sebagai tangan pertama untuk kekuasaan.
Sebaliknya, apabila kekuasaan pusat melemah, maka terdapat ruang gerak bagi kekuasaan lokal untuk menjadi otonom.
Pola kepemerintahan seperti ini pada umumnya bukan hanya memposisikan penguasa lokal sebagai pengikut dari pemegang kekuasaan, akan tetapi juga memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa pusat.
Pola ini menjadi instrumen bagi pemerintah pusat sehingga kepatuhan dari pemerintahan lokal dapat terjamin.
Baca Juga: Kisah Sayyidah Fatimah Az-Zahra yang Tidak Pernah Haid, Bak Bidadari Surga di Atas Bumi
Meski demikian, pola ini tidak berlaku secara menyeluruh dalam kepemimpinan Sunan Gunung Jati.
Mengapa begitu? Sebab, tumenggung dan adipati di daerah-daerah tidak semuanya mempunyai hubungan kekerabatan atau pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati.
Pemahaman di atas memberi kesimpulan bahwa raja merupakan pemimpin tertinggi yang dibantu oleh pimpinan pemerintah lokal dan para penasihat kerajaan.
Struktur kepemerintahan di masa Sunan Gunung Jati terdiri dari tumenggung sebagai pemimpin tertinggi, diikuti oleh panglima pasukan adipati, kemudian senopati, dan pemimpin wilayah yaitu para Ki Gede.