Campur Tangan Mataram Menuju Polemik dan Kemunduran Kerajaan Cirebon

- 30 Juli 2022, 20:53 WIB
Kesultanan Cirebon mulai menurun sejak kepemimpinan Panembahan Ratu II.
Kesultanan Cirebon mulai menurun sejak kepemimpinan Panembahan Ratu II. /

PORTAL MAJALENGKA - Sejarahwan dalam banyak tulisan, sepakat bahwa masa Sunan Gunung Jati adalah masa keemasan Cirebon.

Dadan Wildan dalam Sunan Gunung Jati (Petuah, Pengaruh dan jejak-jejak wali di tanah Jawa), sebuah buku yang secara spesifik menjelaskan Gunung Jati menjadi pembeda diantara dewan wali lainnya.

Sebab dua kedudukan yang melekat pada Sunan Gunung Jati, Umara (Pemimpin) dan Ulama (Tokoh Agama) merupakan modal pembeda dan mampu menjadikan Cirebon pada kejayaannya.

Baca Juga: Sepeninggal Sunan Gunung Jati, Banten Menjadi Penyebab Keraton Kerajaan Cirebon Terbagi Menjadi Tiga

Lalu bagaimana legacy yang ditinggalkan Sunan Gunung Jati, adakah seperti dirinya? Sejarah panjang mencatat polemik berkepanjangan di Cirebon setidaknya setelah Panembahan Ratu I bertahta.

Panembahan Ratu I mampu menjaga kedaulatan Cirebon sebagai negara merdeka, keharmonisan hubungan bilateral dengan kerajaan lain mampu dia rengkuh.

Hanya saja satu bab yang tentunya membawa perubahan besar pada kedudukan Cirebon yakni saat cucu dari Panembahan Ratu I, Pangeran Girilaya bertahta secara terbuka Mataram nampaknya mencoba menaruh pengaruh kepada Cirebon.

Dalam banyak catatan sejarah, misal dalam buku 'Jaringan Ulama Cirebon: Keraton, Pesantren dan Tarekat' menuliskan ambisi Sultan Amangkurat 1 (1646-1677) dengan menikahkan putrinya dengan Pangeran Girilaya.

Baca Juga: Inilah Kisah Perang Kerajaan Galuh dengan Kerajaan Cirebon, Nyi Mas Gandasari Berhasil Memotong Kepala Demang

Halaman:

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: Buku Jaringan Ulama Cirebon: Keraton, Pesantren dan Tarekat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x