Tak ada jalan lain. Sang bayi kembali harus dihadapkan pada Guru Adu untuk menghentikan tangisnya.
Guru Adu berlaku ganjil saat itu, dia menjulurkan lidahnya pada sang bayi yang langsung disambut mulut mungil Tuan Guru Sekumpul bayi bagai sedang menyusu.
Baca Juga: SOSOK WALI ANEH, Membuang Uang Hingga Miliaran Rupiah di Lautan, Habib Ja'far Al Kaff
Bayi Tuan Guru Sekumpul itu langsung berhenti menangis dan lahap menghisap lidahnya.
Kejadian itu terus berulang yang selalu menangis apabila Tuan Guru Sekumpul hendak disusui. Hal ini membuat Tuan Guru Sekumpul bayi kembali dihadapkan pada Tuan Guru Adu.
Setelah bayi itu berusia 2 minggu, sang Ayah Abdul Ghani, merasa sudah cukup menginap di tempat Abdullah (keluarganya) di Desa Tanggul Ireng, Martapura.
Baca Juga: Mahasiswa Datangi DPRD Kota Cirebon, Gelar Aksi Unjuk Rasa Tolak RKUHP
Dan ingin kembali ke kediamannya di Desa Keraton, Martapura. Kedua desa itu berjarak 1 kilometer. Maksud itu pun diutarakan Ayahanda Abdul Ghani kepada keluarga Abdullah.
Beliau juga meminta nasihat dan doa kepada guru Adu. Mengingat tentara Jepang saat itu memberlakukan jam malam, yakni siapa saja yang terlihat berjalan malam akan langsung ditembak.
Keajaiban kembali terjadi, kepergian keluarga yang diiringi doa Guru Adu itu tidak terlihat oleh tentara Jepang. Padahal mereka menumpang sebuah mobil untuk pulang ke kampung halaman.