Shalahuddin Al Ayyubi Kobarkan Semangat Juang Umat Islam dengan Perayaan Hari Maulid Nabi

18 Oktober 2022, 18:45 WIB
Ilustrasi Maulid Nabi Muhammad . Shalahuddin Al Ayyubi Kobarkan Semangat Juang Umat Islam dengan Perayaan Hari Maulid Nabi /Pixabay.com/Abdullah_Shakoor

PORTAL MAJALENGKA - Panglima perang Khalifah Bani Abbasiyah, Salahuddin Al Ayyubi, menjadi tokoh penting lahirnya perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Shalahuddin Al Ayubi mencetuskan gagasan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di tengah persatuan umat Islam sedang mengalami degradasi.

Shalahuddin Al Ayubi menjadikan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai media untuk menyatukan visi misi umat Islam saat itu.

Baca Juga: Keramat Wali Mbah Kholil Bangkalan Sudah Muncul Sejak Masih Kecil, Begini Kisahnya

Karena pada awal abad ke-11, kondisi umat Islam sangat terpuruk mendapat banyak tekanan dari bangsa-bangsa Eropa seperti Prancis, Jerman dan Inggris.

Ketika itu umat Islam seperti kehilangan ruh semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah). Kondisi keseluruhan umat Islam secara politis terpecah-belah.

Meskipun masih memiliki satu Khalifah yaitu Bani Abbasiyah di Bagdad, namun secara politis kekuatannya tidak utuh terpecah dalam banyak kerajaan dan kesultanan.

Baca Juga: Keramat Wali Gus Dur Ini Bikin Wakil Ketua Komisi Yudisial Kebingungan

Melihat kondisi demikian kemudian Shalahuddin Al Ayyubi, menyeru kembali semangat juang umat Islam dengan meniupkan kecintaan umat kepada nabi mereka, Muhammad SAW.

Dia memanfaatkan momentum kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal, dimana umat Islam di seluruh dunia dihimbau untuk merayakan secara masal.

Sebenarnya ide gagasan tersebut berasal dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara.

Baca Juga: Dahsyatnya Sholawat Kepada Nabi Muhammad SAW, Seorang Nelayan Dapat Berjalan di Atas Air

Ide tersebut dicetuskan untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal yang dilakukan umat Nasrani. Muzaffaruddin Gekburi sendiri sudah menerapkan peringatan maulid tersebut di istananya meski masih bersifat lokal dan tidak rutin setiap tahun.

Karena itu Shalahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia, dengan tujuan tidak sekadar perayaan ulang tahun biasa tetapi untuk mengobarkan kembali semangat jihad islam yang saat itu hampir padam.

Gagasan Salahuddin pada mulanya banyak ditentang oleh para ulama, hal tersebut dianggap bid’ah karena sejak zaman Nabi peringatan semacam itu belum pernah ada. Menurut pendapat mereka perayaan dalam ajaran agama Islam cuma ada dua, yaitu Idul fitri dan Idul Adha.

Kemudian Salahuddin mempertegas gagasannya, bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual ibadah, jadi tidak bisa dikategorikan bid`ah yang dilarang.

Penegesan gagasan tersebut selanjutnya diajukan Salahuddin kepada Khalifah An-Nashir di Bagdad, hingga akhirnya berhasil mendapat persetujuannya.

Pada tahun 559-564 H/ 1164-1168 M, Ia diangkat menjadi Perdana Menteri Khilafah Fathimiyah menggantikan pamannya yang meninggal.

Dengan kedudukan tersebut dia semakin intens membangun persatuan umat Islam melalui perayaan Maulid Nabi yang diusungkannya.

Terbukti Shalahuddin Al Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan Perang Salib kedua terhadap Mesir.

Dan saat musim ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), setelah Shalahuddin al-Ayyubi menjadi Sultan Mesir sekaligus penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi perayaan maulid Nabi kepada seluruh jemaah haji yang datang.

Dalam intruksinya bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal, seluruh umat Islam diseru merayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan yang dapat membangkitkan semangat jihad umat Islam.

Diantara kegiatan peringatan maulid nabi yang pertama kali pada tahun 1184 (580 Hijriah) dilakukan Sultan Shalahuddin sendiri adalah menyelenggarakan sayembara sastera penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan gaya bahasa yang yang tepat dan indah.

Seluruh ulama dan sastrawan diundang dan diikut sertakan dalam kompetisi tersebut. Dan yang menjadi pemenang pertama saat itu adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji, dengan karyanya yang dinamakan Kitab Barzanji.

Dengan adanya peringatan maulid nabi yang digelar Sultan Salahuddin pada masa itu sangat berdampak positif terhadap semangat jihad umat Islam dalam menghadapi Perang Salib.

Sultan Shalahuddin berhasil menghimpun kekuatan dengan semangat jihad yang kembali membara, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem berhasil direbut dari tangan bangsa Eropa, dan Bangunan al-Aqsa yang dijadikan gereja menjadi dan berfungsi sebagai masjid kembali hingga hari ini.

Karya besar Syaikh Ja`far al-Barzanji sampai sekarang lestari menjadi media dakwah pada masyarakat di desa-desa atau pelosok kampung, menyambut kegiatan peringatan hari besar islam atau lebih khusus maulid nabi.***

Editor: Muhammad Ayus

Tags

Terkini

Terpopuler