Sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Peninggalan Sunan Gunung Jati, Ternyata Ada Campur Tangan Walisongo

2 Agustus 2022, 21:30 WIB
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun bersama antara SUnan Gunung Jati dan walisongo. /

PORTAL MAJALENGKA – Cirebon sebuah nama kota di wilayah Jawa bagian barat. Saat mendengar Cirebon tentu tidak lepas dengan nama Sunan Gunung Jati. Sosok ulama sekaligus raja yang membangun Cirebon dan menyebar Islam di Cirebon dan sekitarnya.

Sunan Gunung Jati memiliki banyak keramat dan peninggalan tempat bersejarah, baik dalam bentuk tempat ibadah atau dalam bentuk keraton.

Salah satu tempat peninggalan Sunan Gunung Jati adalah sebuah masjid yang ada di wilayah Cirebon tepatnya di daerah keraton Cirebon.

Masjid yang diyakini sebagai peninggalan Sunan Gunung Jati ini dikenal dengan nama Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Namun apakah benar bahwa masjid ini dibangun oleh Sunan Gunung Jati atau ada orang lain yang terlibat di dalamnya.

Baca Juga: KEHEBATAN WALI! MAKNA SULUK Momolo dan Tiang Masjid Agung Sang Cipta Rasa Dibangun oleh Sunan Gunung Jati

Masjid ini terletak di Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Letaknya di sebelah barat alun-alun dan sebelah barat laut Keraton Kasepuhan.

Masjid ini dibangun sekitar akhir abad ke-15 oleh Walisongo atas prakarsa dari Sunan Gunung Jati, salah satu wali dari Walisongo. Dirancang oleh seorang arsitek Majapahit yang bernama Raden Sepat dibantu 200 orang pembantunya dari Demak.

Pembangunannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga. Konon masjid ini dibangun dari rasa dan kepercayaan, karena itu dinamakan “Sang Cipta Rasa”.

Mengenai penyebutannya, pada awalnya disebut Masjid Pakungwati karena terletak di lingkungan Keraton Pakungwati dan sekarang terletak di lingkungan Keraton Kasepuhan.

Baca Juga: PERJUANGAN Wali Mendirikan Masjid Agung Sang Cipta Rasa: Jasa Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga

Mengenai tahun berdirinya masih belum pasti. Menurut tradisi keraton, tahun berdirinya  Masjid tertulis dalam candrasangkala berbunyi “waspada penembahe yuganing ratu” yang kalau dikonversi dalam angka 1422 Šaka atau 1500 Masehi.

Tradisi keraton juga menyebut bahwa Masjid ini termasuk masjid tertua di Jawa dan sejaman dengan Masjid Agung Demak.

Sumber lain menyebutkan bahwa masjid ini dibangun tahun 1480 atas prakarsa Nyi Ratu Pakungwati dengan dibantu oleh Wali Sanga dan beberapa tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah.

Dalam pembangunan masjid, Sunan Kalijaga mendapat kehormatan untuk mendirikan sakaguru yang konon dibuat dari tatal tatal kayu, karena itu sakaguru tersebut dinamakan juga sakatatal.

Baca Juga: Kisah Sayyidah Fatimah Az-Zahra yang Tidak Pernah Haid, Bak Bidadari Surga di Atas Bumi

Atapnya bertingkat dua dan berbentuk limas, mustaka atau momolo. Keadaan ini berbeda dengan hiasan puncak pada masjid-masjid tua lain yang ditemukan di Tanah Jawa, seperti Masjid Agung Banten, Masjid Agung Demak, dan Masjid Kadilangu yang mempunyai yang atapnya bertingkat berbentuk limas, dan puncaknya terdapat hiasan momolo.

Atap ini disangga oleh empat tiang utama yang disebut Saka Guru. Saka Guru yang ada di sudut tenggara konon dibuat dari tatal (potongan potongan kayu) oleh Sunan Kalijaga.

Bentuk denah awalnya bujursangkar, sedangkan serambi-serambinya merupakan perluasan dari masa yang berbeda. Masjid ini mempunyai dua serambi, yaitu serambi tertua di sebelah selatan yang disebut prapayaksa, dan serambi depan di sebelah timur yang disebut pemandangan.

Baca Juga: Keramat Wali Allah, Kisah Mbah Gendhon Pekalongan dengan Para Pejuang Kemerdekaan

Pintu masuknya ada sembilan buah, yang melambangkan Walisongo. Pintu masuk yang delapan, masing-masing empat di utara dan empat di selatan. *

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: Buku Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam

Tags

Terkini

Terpopuler