Asal Usul Tradisi Masyarakat Jawa Warisan Sunan Ampel yang Perlu Anda Tahu

23 Juli 2022, 09:28 WIB
Suasana Kompleks Makam Sunan Ampel. Asal Usul Tradisi Masyarakat Jawa Warisan Sunan Ampel yang Perlu Anda Tahu /Zona Surabaya Raya / Ainnur Rizky/

PORTAL MAJALENGKA - Dalam catatan sejarah dan cerita legenda masyarakat Jawa, tokoh Raden Rahmat atau yang masyhur dikenal Sunan Ampel berasal dari Champa.

Karena itu, jejak-jejak tradisi keagamaan Champa muslim sampai saat ini masih bisa dilihat pada tradisi masyarakat muslim tradisional di pesisir utara Jawa yang menjadi wilayah dakwah Sunan Ampel.

Pengaruh dakwah Islam Sunan Ampel dengan putra, saudara, menantu, kemenakan, serta murid-muridnya yang tersebar di berbagai tempat tidak diragukan lagi kontribusinya. Perubahan sosio-kultural-religius dalam lingkungan masyarakat Jawa terjadi.

Baca Juga: Hasil Didikan Para Wali dan Sunan Ampel Menjadikan Sunan Kalijaga Sebagai Wali Nyentrik

Dahulu masyarakat Jawa mengikuti adat dan tradisi keagamaan Majapahit yang memiliki corak Hindu-Buddha dan Kapitayan. Seiring waktu mengalami perubahan ke Islam yang bercorak Champa.

Meski demikian, Sunan Ampel tidak mengubah secara radikal adat istiadat masyarakat Jawa dalam dakwahnya. Ia mengedepankan akulturasi budaya. Adat dan tradisi masyarakat yang tidak bertentangan dengn nilai Islam tetap dilestarikan.

Tradisi-tradisi masyarakat Jawa warisan Sunan Ampel yang masih banyak diselenggarakan antara lain:

Baca Juga: Kanal Komunikasi Aduan Warga Semarang, Wali Kota Hendrar Prihadi: Jika Terbukti Pejabat Melanggar, Copot!

Kenduri

Dalam tradisi keagamaan orang Majapahit, tradisi ini merupakan upacara peringatan terhadap orang yang sudah meninggal atau dikenal dengan istilah "Sraddha".

Yaitu suatu tradisi yang meruawat arwah seseorang yang dilakukan dua belas tahun setelah kematian seseorang tersebut.

Setelah kedatangan para penyebar agama Islam yang dipelopori oleh Sunan Ampel, masyarakat mulai mengenal dengan tradisi kenduri dan memperingati kematian seseorang pada hari ke-3, ke-7, ke-100 dan ke-1.000.

Baca Juga: Tanggapi Asumsi Semarang Kalah Saing dengan Solo, Wali Kota Hendrar Prihadi: Saat Ini Sudah Lebih Baik

Mentalqin Mayit dan Memperingati Haul

Dalam buku kerajaan Champa yang diterbitkan oleh EFEO pada tahun 1981 disebutkan bahwa selain memperingati kematian, orang-orang Champa juga memiliki kebiasaan mentalqin orang yang sudah meninggal dan memperingati Haul.

Memperingati Hari Asyuro

Seperti yang juga tercatat dalam buku kerajaan Champa, Masyarakat Champa gemar membuar bubur Asyuro pada peringatan 1 dan 10 Asyuro.

Baca Juga: KERAMAT HABIB MUNZIR, Hadapi Preman Paling Sadis di Tanjung Priok tanpa Kekerasan

Selain dari itu juga ada tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang sampai sekarang dijalankan sebagai tradisi keagamaan oleh masyarakat muslim di Jawa.

Kemudian ada juga pada tradisi peringatan Rebo Wekasan atau Arba'a Akhir pada bulan Safar, Tradisi Nisfu Sya'ban, larangan menyelenggarakan hajat menikahkan keluarga. 

Kemudian tradisi mengkhitan anak dan pindah rumah pada bulan Syuro, pembacaan kasidah yang memuji Nabi Muhammad SAW dan Ahlul Bait, syi'iran yang ditujukan kepada Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Lalu wiridan-wiridan yang diamalkan kalangan muslim tradisional di Jawa.

Baca Juga: Beasiswa S1 PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon Masih Dibuka, Berikut Waktu dan Syarat Pendaftarannya

Tradisi-tradisi masyarakat Jawa tersebut merupakan hasil pengaruh tradisi keagamaan Champa yang digubah oleh Sunan Ampel.***

Editor: Husain Ali

Sumber: Buku Atlas Walisongo

Tags

Terkini

Terpopuler