KISAH TIGA Wali Bertasawuf Tanpa Bertarekat: Abubakar al-Kalabadzi, Abu Nashr al-Sarraj, dan Imam Ghazali

4 Juli 2022, 18:20 WIB
Ilustrasi Imam Ghazali yang menjadi sufi tanpa harus bertarekat /Gambar dari Tebu Ireng.online/tebuireng.onile

PORTAL MAJALENGKA - Dalam kajian Realitas Karamah dan Wali menurut Henry Chambert Loir dan Claude Guillot, seorang Sufi menempuh perjalanan tasawuf melalui tarekat.

Adapun pengertian tarekat menurut Ahmad al-Kamsyakhanawi adalah perjalanan tertentu bagi orang-orang yang menempuh jalan kepada Allah, berupa memutus atau meninggalkan tempat-tempat hunian dan naik ke maqam atau tempat-tempat mulia.

Dalam kajiannya tersebut, bertasawuf tanpa bertarekat ternyata bisa dilakukan. Ada beberapa tokoh sufi tanpa bertarekat yaitu Abubakar al-Kalabadzi, Abu Nashr al-Sarraj, dan Imam Ghazali.

Baca Juga: Raja Harun Ar Rasyid Murka Namun Akhirnya Sang Raja Tersenyum Bangga, Kisah Wali Sufi Jenaka Bagai Gus Dur

Mereka bertasawuf dengan menempuh ibadah zahir dan batin. Ibadah zahir dengan memperlihatkan bentuk pengabdian dengan melaksanakan perintah Allah. Sedangkan ibadah batin dengan terus mengingat Allah di setiap ruang dan waktu.

Diantara kedunya titik persamaan dan perbedaan antara tasawuf dan tarekat. Persamaan keduanya yaitu ingin mencintai dan dicintai Allah dengan tidak memutuskan hubungan dengan-Nya.

Sedangkan perbedaannya yaitu tarekat mempunyai mursyid (wali) sebagai penuntun seorang salik di dalam mencari ridha Allah, sedangkan tasawuf menjadikan Allah sebagai mursyidnya.

Kitab “At-Ta’arruf li Madzhabi Ahli al-Tasawuf” ditulis oleh  Abu Bakar Muhammad bin Ishaq al-Kalabadzi al-Bukhari (wafat 380H/990M) ia dikenal “Abu Bakar al-Kalabadzi” seorang ulama sufi ahli hadis yang hidup sebelum imam al-Ghazali.

Baca Juga: INILAH Sosok Sunan Ampel Wali Tertua dan Salah Satu Guru Tarekat Sunan Gunung Jati

Jarak tahun antara wafatnya Abu Bakar Kalabadzi dengan kelahiran imam al-Ghazali sekitar 68 tahun (imam al-Ghazali lahir pada tahun 1058 M).

Dia bergelar “Tajul Islam” yang artinya mahkota Islam. Ahli fikih madzhab Hanafi dan juga ahli hadits.

Sekadar untuk mengetahui keahliannya dalam bidang hadits, beliau menulis kitab hadis berjudul “Bakhr al-Fawa’id fi Ma’ani al-Akhbar”.

Kitab ini memuat sekitar 222 hadis. Dari segi tempat kelahiran dan tumbuh besar, al-Kalabadzi lahir di Kalabadz suatu distrik di kota Bukhoro, tempat lahir imam hadis terbesar, imam al-Bukhari.

Baca Juga: BERKAT GUS DUR, Masyarakat Temukan Kitab KH Abdul Halim Perjuangan Mendirikan NU Bersama KH Wahab Hasbullah

Meski tidak sezaman dengan imam Bukhari yang hidup sebelumnya (al-Bukhari wafat tahun 870 M satu berjarak 120 tahun dengan wafatnya al-Kalabadzi), dimungkingkan pengaruh tradisi ilmu hadis cukup kuat dalam al-Kalabadzi. Singkatnya, dia ulama tasawuf yang ahli hadits.

Beliau sezaman dengan Abu Nasr al-Sarraj al-Thusi (wafat tahun 988 M), seorang ulama tasawuf yang menulis kitab “Al-Luma fi al-Tasawuf. Sebuah kitab penting yang menjelaskan sejarah, definisi, kontrofersi dan urgensi tasawuf.

Ketiga ulama Abubakar al-Kalabadzi, Abu Nashr al-Sarraj dan Imam Ghazali menjadi seorang sufi dan wali atas izin Allah SWT. *

Editor: Ayi Abdullah

Tags

Terkini

Terpopuler