Riwayat Azan Pitu Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon yang Tak Ada di Tempat Lain

24 Juli 2021, 22:16 WIB
Azan Pitu yang dikumandangkan setiap Jumat di Masjid Sang Ciota Rasa menjadi tradisi yang sudah berlangsung sejak masa penyebaran Islam di Cirebon dan sekitarnya era Sunan Gunung Jati. /Antara

 

PORTAL MAJALENGKA -- Ada yang tidak dapat ditemukan di masjid lain, kecuali Masjid Sang Cipta Rasa. Masjid peninggalan Sunan Gunung Jati di kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon, itu terdapat Azan Pitu.

Setiap Sholat Jumat di Masjid Sang Cipta Rasa sebanyak tujuh muazin secara bersama-sama mengumandangkan tanda masuk waktu sholat. Azan yang dilakukan oleh tujuh muazin itulah yang disebut Azan Pitu.

Dalam bahasa Cirebon, tujuh disebut pitu. Karena itu istilah Azan Pitu di Masjid Sang Cipta Rasa merujuk pada azan yang dilakukan oleh tujuh orang secara bersamaan.

Baca Juga: Ayat Kursi dan Keutamaan Membaca Surat Al Baqarah

Azan Pitu dilakukan pada azan pertama. Setelah jamaah melaksanakan sholat sunnah.

Barulah dikumandangkan azan kedua yang dilakukan hanya oleh seorang muazin. Setelah itu barulah khatib naik mimbar untuk melakukan khutbah.

Agak sulit menuliskan riwayat Azan Pitu yang sangat terkenal itu. Pasalnya terdapat sejumlah versi. Tidak jarang antara versi yang satu berselisih dengan versi lain.

Baca Juga: Ayat Kursi dan Beberapa Bacaan yang Diajarkan Rasulullah untuk Perempuan Hendak Melahirkan

Namun dari semua versi, sama menuturkan bahwa riwayat Azan Pitu berhubungan erat dengan tokoh bernama Menjangan Wulung yang menolak syiar Islam oleh Sunan Gunung Jati di daerah Cirebon dan sekitarnya.

Pada versi yang dituliskan Antara, Azan Pitu merupakan gagasan istri Sunan Gunung Jati yang juga puteri Tumenggung Cakrabuana, yakni Nyi Mas Pakung Wati.

Jabatan Tumenggung bergelar Cakrabuana diberikan sang ayah yang menjadi raja di kerajaan yang kemudian dikenal sebagai Siliwangi.

Baca Juga: Menghadiahkan Pahala Kurban ke Orang Lain, Begini Hukumnya

Saat masih pemuda, Tumenggung Cakrabuana disebut Raden Walang Sungsang. Setelah naik haji mendapat sebutan Abdullah Iman atau Ki Somadullah.

Versi Antara mendasarkan pada penuturan seorang muazin Azan Pitu yang juga pengurus DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa di tahun 2019, Moh Ismail.

Dalam wawancara dengan Antara itulah Ismail menceritakan siasat Nyi Mas Pakung Wati untuk menghadapi teror yang dilakukan Menjangan Wulung.

Baca Juga: 6 Amalan Sunnah yang Dianjurkan Nabi Muhammad Saw Sebelum Sholat Idul Adha

"Saat itu Masjid Agung Sang Cipta Rasa mendapat serangan dari Menjangan Wulu," kata Ismail, seperti ditulis Antara pada 2019.

Diceritakan, tokoh Menjangan Wulung tidak suka masyarakat berbondong-bondong mendatangi Masjid Sang Cipta Rasa untuk beribadah.

Masjid yang diperkaya dengan ornamen berasal dari keyakinan lama menyebabkan masyarakat tertarik mendatangi Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Baca Juga: Keutamaan Puasa Tarwiyah dan Arafah Jelang Idul Adha, Berikut Niat dan Artinya

Keingintahuan masyarakat kian tergelitik ketika mendengar suara azan dikumandangkan dari masjid.

Saat itu Menjangan Wulung menyimpulkan, faktor yang mendorong masyarakat mendatangi Masjid Cipta Rasa adalah azan. Karena itu Menjangan Wulung memasang racun di atas masjid.

Racun itu sangat istimewa karena dapat menguap turun ketika azan dikumandangkan. Lantas racun tersebut menyerang muazin hingga terkapar dan tidak dapat melanjutkan azan.

Baca Juga: Keutamaan Puasa Senin-Kamis, Berikut Niat Lafal Arab dan Latin Berserta Artinya

Setelah mendapatkan keterangan, Nyi Mas Pakung Wati memerintahkan agar jumlah muazin ditambah. Analisisnya, sejauh ini racun hanya mengenai muazin dan tidak mencelakai jamaah.

Berdasarkan hal itu Nyi Mas Pakung Wati berasumsi, jika muazin ditambah maka kekuatan racun tidak menyerang semua muazin.

Namun ternyata, setelah muazin menjadi dua orang, racun Menjangan Wulung tetap menebar teror. Dua muazin pun terkapar akibat racun.

Baca Juga: Amalan dan Doa agar Terhindar serta Disembuhkan dari COVID-19

Jumlah muazin ditambah lagi hingga tiga orang. Kejadian pun berlanjut hingga akhirnya Nyi Mas Pakung Wati memerintahkan agar jumlah muazin menjadi tujuh.

Ternyata kedigdayaan racun Menjangan Wulung tak mampu mencelakai ketujuh muazin.

Bahkan ketika kumandang azan oleh tujuh muazin selesai, terdengar suara ledakan sangat keras yang menandai hancurnya racun Menjangan Wulung berkat pertolongan Allah SWT.

Baca Juga: Doa Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri Hingga Mewakilkan Lengkap dengan Hukum dan Waktu Pelaksanaan

Terdapat versi yang mengatakan, saat racunnya hancur, Menjangan Wulung pun terkapar karena terserang balik oleh kesaktiannya sendiri.

Sejak itu Azan Pitu dikumandangkan hingga saat ini. Setelah suasana kondusif, Azan Pitu hanya dikumandangkan pada Sholat Jumat. ***

Editor: Husain Ali

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler