Pesan Mbah Kuwu Cirebon dalam Seni Berokan atau Barongan

25 Januari 2023, 17:01 WIB
Pesan Mbah Kuwu Cirebon dalam Seni Berokan atau Barongan /SS YouTube Wisata Religi

PORTAL MAJALENGKA - Berokan atau barongan adalah satu alat kesenian daerah yang menggunakan alat utama barongan.

Bentuk berokan memiliki kepala yang meniru binatang singa, berbadan besar seperti raksasa.

Berokan dimainkan oleh seorang dalang yang menyusup ke dalam barongan tersebut lalu meniup satu alat yang disimpan di dalam mulutnya.

Baca Juga: TINGGAL MENGHITUNG HARI, Tol Cisumdawu Segera Beroperasi Penuh, Akses ke Majalengka Lebih Mudah

Nama berokan berasal dari kata Barokahan artinya keselamatan.

Hal itu mungkin karena latar belakang sejarah terjadinya seni barongan ini, yang dipergunakan untuk syiar Islam oleh para wali.

Pada zaman para wali dahulu, oleh
Mbah Kuwu Cirebon atau Raden Walang Sungsang dipakai untuk syiar Islam dan berpusat di keraton.

Baca Juga: 4 Pakan Andalan Percepat Pertumbuhan Ikan Channa Asiatica, Mudah dan Murah

Selain sebagai seni hiburan, berokan juga dijadikan sebagai media pembinaan mental serta ahlak dan perjuangan penyebaran ajaran Islam di wilayah Cirebon.

Pada awalnya waditra yang dipergunakan dalam seni Berokan ini meliputi Trebang besar berdiameter 1m, Trebang kecil berdiameter 45 cm.

Adapula Gong terbuat dari ruas bambu yang ditiup, Terompet dari tempurung atau kayu sebagai melodi, Kendang dan kecrek.

Baca Juga: MAKYUS! Resep Kripik Usus Ayam Pas Buat Cemilan di Musim Penghujan Untuk yang Malas Keluar Rumah

Secara keseluruhan pertunjukan seni berokan atau barongan, dalam setiap gerakannya mengandung makna dan simbol kehidupan manusia.

Berokan menggambarkan kehidupan manusia di alam dunia ini, manusia bisa hidup karena adanya Roh di dalam tubuhnya.

Begitu pula dengan berokan, ia bisa hidup dan bergerak karena ada sesuatu di dalamnya yaitu manusia (dalang).

Jika dalang ini keluar dari dalam berokan tersebut maka berokan itupun bakal diam (mati) tidak akan bergerak atau hidup.

Melalui seni berokan ini Mbah Kuwu Cerbon mengajarkan kepada masyarakat tentang hidup menurut syareat Islam .

Bahwa roh yang mendiami badan manusia pada akhirnya akan kembali kapada Allah Swt.

Jasad atau Badan yang telah ditinggal roh menjadi tidak berguna dan kembali ke asal mula terbentuknya yakni tanah.

Hal ini juga tersirat dalam suatu senggakan (alok) yang berbunyi "Huwa lili huwaing," yang berarti Allah Pangeran Kaula, Allah tempat kembali.

Disini, Mbah Kuwu menitipkan sebuah pesan agar manusia hidup jangan bersifat sombong dan takabur.

Kejayaan ataupun kehebatan apapun yang dimiliki manusia pada dasarnya akan kembali kepada pemiliknya yakni Allah SWT.

Sedangkan makna waditra yang digunakan dalam kesenian ini adalah berjumlah 5 macam sebagaimana dijelaskan di awal.

Dari makna 5 tersebut menjadi lambang lambangkan adanya sholat lima waktu dan juga rukun Islam yang harus dijalankan oleh para pemeluk agama Islam.

Pada masa sekarang waditra yang dipergunakan disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada sesuai dengan keinginan masyarakatnya.

Untuk perlengkapan pentas yang dipakai dalam seni berokan antara lain kedok barongan yang berbadan karung atau berbulu domba.

Selain itu ada kedok pentul dengan baju cabikan kain warna-warni, dan juga sarana sesajen, serta lainnya.

Anggota pemain berokan seluruhnya berjumlah 15-20 orang, semuanya laki-laki.

Ada 2 orang pemeran utama dengan seorang pemain cadangan, 2 orang pembantu dan 10-12 orang wiyaga.

Pada dasarnya seni berokan ini dapat dilaksanakan di tempat dimana orang punya hajat atau pesta keluarga beruapa acara Ruwatan rumah, tolak bala, khitanan, perkawinan dan lain-lain.

Pada zaman sekarang fungsi utama kesenian berokan ini adalah sebagai alat hiburan masyarakata kecil.

Seni ini disebut sebagai seni pertunjukan rakyat, karena kesenian ini timbul dan berkembang adanya dikalangan masyarakat biasa.

Untuk mengetahui Jalannya pertunjukan berokan ini berikut dirangkum dari berbagai sumber meliputi beberapa adegan:

1. Gegalan atau tetalu dengan lagu ura-ura. 2. Berokan menari mengikuti irama gendang yang sangat dinamis sambil menirukan bunyi binatang.

3. Musik berhenti, barongan berdialog dengan wiyaga tentang kepandaian barongan menirukan suara burung.
4. Berokan/barongan menari lagi, kali ini lebih dinamis.

5. Tempo musik dipercepat.
6. Berokan mengelilingi rumah.
7. Berokan masuk ke dalam rumah, kemudian mengambil atau menggigit bantal lalu melemparkan ke atas genting.

8. Barongan kembali menari sesuai dengan irama musik.
9. Wiyaga mengganti lagu dengan Cicanggurit.

10. Pelaku pentul keluar kemudian menari-nari, berokan berhenti menari.
11. Pentul berdialog dengan wiyaga tentang karawitan.

12. Pentul menari lagi.
13. Pentul berdialog dengan wiyaja tentang kehidupan sosial.
14. Wiyaga ganti lagu dengan Betet ijo.
15. Berokan disiram atau dikucuri dengan air kembang

16. Berokan menari bersiap menghadapi pentul
17. Berokan berdialog dengan pentul.
18. Berokan perang degan pentul

19. Berokan dipengggal kepalanya
20. Berokan mengejar anak-anak atau penonton.

21. Lagu penutup tanda pertunjukan selesai.

Waktu pertunjukan seni berokan biasanya dilaksanakan pada siang hari, meski demikian ada juga yang diselenggarakan pada malam hari.

Durasi waktu pertunjukan berlangsung antara 3-5 jam.

Dan saat ini kesenian berokan yang kita saksikan sudah bergeser dari aslinya. Hal itu disesuaikan dengan kondisi masyarakat masa kini.***

Editor: Muhammad Ayus

Tags

Terkini

Terpopuler