Pemilik tanah partekelir berhak memberlakukan berbagai macam pajak, termasuk bagi petani-petani yang mengelola tanah (Pusponegoro dan Notosusanto, 2008: 400).
Tanah partikelir adalah tanah milik pemerintah yang di kontrak oleh pengusaha, dengan kendali penuh pengelolaan ditangan pemilik/Pengusaha.
Baca Juga: Objek Wisata Baru, Terbentuk Dari Batuan 20 Juta Tahun Lalu
Pada tahun 1602-1799 tanah-tanah pertekelir sudah digarap secara mandiri oleh petani-petani pribumi, namun karena pemerintah Belanda mengkalim bahwa tanah tersebut milik Negara maka kegiatan pertanian yang dilakukan oleh penduduk menjadi illegal jika pelaksanaanya tanpa seijin pemegang sewa dan pemerintah penjajah.
Pada waktu itu, tanah partikelir disewakan penjajah Belanda pada pengusaha Cina.
Dalam kebijakan pengelolaannya para pengusaha Cina memberlakukan sewa bagi siapa saja petani yang menggarap tanah partikelir.
Baca Juga: Perkuat Nilai-Nilai Kebangsaan sebagai Modal Utama Pembangunan
Selain itu penggarap tanah parteklir juga dikenakan pajak perkepala, pajak perkepala imilah yang disebut orang Bantar Jati sebagai “Biyaya Awak”.
Penderitaan kaum tani di wilayah Bantarjati akibat diberlakukanya berbagai macam pajak membuat kehidupan mereka tambah miskin.
Kemiskinan yang merajalela serta kesombongan para pengusaha Cina kemudian memantik pemberontakan.