Dakwah Simbolik Sunan Kaljaga dalam Pakaian Jawi Jangkep Matraman, Inilah Penjelasannya

- 22 Desember 2022, 06:38 WIB
Ilustrasi. Dakwah Simbolik Sunan Kaljaga dalam Pakaian Jawi Jangkep Matraman, Inilah Penjelasannya
Ilustrasi. Dakwah Simbolik Sunan Kaljaga dalam Pakaian Jawi Jangkep Matraman, Inilah Penjelasannya /Tangkap layar YouTube/Channel Cerita Sejarah

PORTAL MAJALENGKA - Sunan Kalijaga mewariskan berbagai ajaran Islam selain lewat budaya Wayang. Beliau juga dengan cerdas mampu menuangkan dakwahnya dalam bentuk simbol-simbol.

Di antara warisan simbol yang diberikan Sunan Kaljaga yakni dilekatkan pada pakaian.

Warisan Sunan Kaljaga yang berupa simbol pada pakaian tersebut kemudian didesain ulang oleh Sultan Agung dengan istilah libasut taqwa atau baju taqwa.

Baca Juga: Setelah Geledah Gedung DPRD Jatim, Giliran KPK Sambangi Kantor Gubernur

Kenapa disebut baju taqwa karena seluruh perwujudan dari pakaian tersebut adalah taqwa.

Baju jawi jangkep matraman atau yang disebut baju taqwa itu memiliki unsur-unsur yang membangun makna taqwa itu sendiri.

Unsur-unsur itu di antaranya adalah keris, bebet, stagen ketimang atau ikat pinggang, sorjan, dan blangkon.

Baca Juga: Cirebon Terendam Banjir akibat Hujan Deras Intensitas Tinggi, Ini Titik Permukiman Warga yang Terdampak

Makna takwa sendiri bisa diambil dari dialog antara sayidina Umar dengan sayidina Ubay bin Kaab. Ditanyakan Amirul mukmin pada Ubay bin Kaab tentang arti taqwa.

Dijawab oleh Ubay dengan pertanyaan balik, Apa pernah Amirul mukmin jika berjalan di jalan yang banyak onak duri dengan kondisi cahaya samar-samar? Dijawab Umar, " ya, pernah."

Ubay bin Kaab kemudian bertanya kembali," lantas apa yang Amirul Mukmin iakukan?" Umar menjawab," Aku berhati-hati."

Baca Juga: Tradisi Unik Kawin Batu Cuma Ada di Majalengka, Guna Mempererat Persatuan Warga

Dari kesimpulan dialog tersebut kata taqwa bisa dimaknai dengan hati-hati.

Sementara makna keris dalam bahasa Jawa artinya duhung atau curiga yang bermaksud hati-hati dan waspada.

Maka makna taqwa yang dilambangkan dengan keris adalah selalu waspada dan hati-hati.

Baca Juga: 22 LINK Twibbon Peringatan Hari Ibu 2022, Dapat Diunggah di Media Sosial yang Kamu Miliki

Keris diselipkan dibelakang karena tanda kehati-hatian dan kewaspadaan yang harus dijaga.

Unsur pakaian yang kedua adalah bebet. Bebet meliputi bagian perut dan di bawah perut yang terdapat syahwat. Kedua wilayah ini harus dibebet atau dikekang.

Perut dan syahwat tidak boleh dibiarkan liar dan di umbar. Keduanya harus dikendalikan dengan menahan diri karena takut kepada Allah SWT.

Baca Juga: KPU KABUPATEN MAJALENGKA Buka Pendaftaran PPS, Berikut Contoh Soal Latihan dan Jawaban Tes Tulis PPS

Jadi makna yang diambil dari simbol bebet ini adalah mampu mengendalikan diri dari hal-hal yang membuat Allah SWT murka.

Dan agar bebet tersebut kuat dan tidak lepas maka perlu diikat dengan stagen sabuk atau timang.

Timang atau sabuk yang digunakan untuk mengikat adalah simbol dari ilmu.

Dengan memiliki ilmu orang semakin tahu atau alim, mampu membedakan benar dan salah sehingga seseorang makin kuat dalam pengendalian nafsunya terhadap segala sesuatu yang dilarang Allah SWT.

Baca Juga: LUAR BIASA! Anak Bangsa Pimpin 90 Ahli Kesehatan di Asia, Amerika, dan Eropa, Ternyata Asli Majalengka

Timang atau sabuk juga dinamakan kamus. Kamus dimaksud memiliki makna kosa kata. Allah SWT membekali Nabi Adam dengan berbagai nama-nama atau kosakata.

Kata timang sendiri mengandung simbol bahwa ilmu itu harus dicari sejak dari timangan sampai nanti masuk liang lahat.

Tentunya hal tersebut sesuai dengan kalimat, utlubul ilma minal mahdi ilal lahdi yang artinya, carilah ilmu dari buaian atau timangan hingga sampai ke liang lahat.

Jadi unsur timang kaitan dengan taqwa dapat dimaknai bisa memahami antara yang hak dan batil.

Baca Juga: Ada Apa Antara SOIMAH dengan SOPIR TRUK? Ini Kata Sang Komedian Papan Atas Indonesia

Unsur pakaian selanjutnya adalah Sorjan, berasal dari kata sirojan yang artinya sebuah pelita yang menerangi sekitarnya.

Untuk menjadi pelita maka seseorang harus berbuat benar dan lurus. Sebagaimana lurik yang bergaris pada kain pakaian tersebut.

Lurik sorjan bergaris lurus dan memiliki tiga pola. Hal itu mengandung makna bahwa seseorang akan menjadi pelita bagi sekitarnya ketika ketiga hal dalam dirinya telah berlaku lurus.

Ketiga hal yang dimaksud adalah lurusnya amal, hati dan ucapan. Ketiganya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Baca Juga: Kisah Putra Sunan Gunung Jati, Pangeran Jaya Kelana Bikin Geger Kesultanan Cirebon

Selain lurik kancing leher pada baju sorjan berjumlah 6, yakni 3 sebelah kanan dan 3 sebelah kiri.

Keenam kancing itu merupakan simbol dari rukun iman yang senantiasa mengikat pada diri setiap orang yang beriman.

Sementara jumlah kancing pada ujung lengan masing-masing berjumlah lima. Jumlah tersebut menyimbolkan rukun islam.

Posisi simbol rukun islam sengaja diletakkan ditangan karena rukun islam penting untuk diamalkan.

Baca Juga: Habib Luthfi bin Yahya Ungkap Maqom Wali Sunan Gunung Jati

Unsur blangkon memiliki makna berkaitan dengan simbol sholat. Lipatan pada blangkon terdiri 17 lipatan.

17 lipatan ini merujuk pada banyaknya jumlah rokaat dalam sholat fardu.

Sementara pada bagian belakang blangkon terdapat ikatan atau kadang pondolan. Ikatan ataupun pondolan blangkon merupakan simbol ikatan dari kalimat tauhid.

Kalimat tauhid harus benar-benar di agungkan, sehingga ia berada di posisi kepala, bagian atas manusia.

Baca Juga: 300 TAHUN SILAM, Sosok Pemberani dari Majalengka Jadi Tokoh Perlawanan terhadap Penjajah Belanda

Pengagungan akan kalimat tauhid dapat dilakukan seseorang dengan cara sholat. Bersujud pada satu-satunya Dzat yang pantas disembah yakni Allah SWT.

Karenanya bagi seseorang yang mengaku beriman kepada Allah, maka selayaknya harus mampu melakukan sholat fardlu sebanyak 17 rokaat tersebut.***

Editor: Andra Adyatama

Sumber: Marwah TV


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x