Meski demikian, jabatan tersebut diserahkan kepada KH Wahid Hasyim atau ayah Gus Dur karena kondisi KH Hasyim Asy'ari yang tidak memungkinkan mondar-mandir Tebuireng ke Jakarta memangku pesantren.
Bukan hanya di masa penjajahan Jepang, tetapi aksi teror dan mencari-cari kesalahan juga dirasakan KH Hasyim Asy'ari sejak masa pendudukan Belanda.
Baca Juga: PASCA TRAGEDI BERDARAH, Presiden Jokowi akan Runtuhkan Stadion Kanjuruhan, Malang
Pihak Belanda saat itu pernah dengan sengaja mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Pencuri tersebut tertangkap dan dihajar oleh para santri hingga tewas.
Tewasnya pencuri tersebut dimanfaatkan Belanda untuk menangkap KH Hasyim Asy'ari dengan tuduhan pembunuhan
KH Hasyim Asy'ari memahami dengan baik hukum-hukum Belanda sehingga terlepas dari jeratan hukum. Tak hanya sampai di situ saja, Belanda mengirimkan beberapa Kompi pasukan untuk menghancurkan Pesantren kekak Gus Dur itu.
Baca Juga: Pesan Dahsyat Mbah Kholil Bangkalan Dijadikan Pegangan Hidup Kyai Munawwir Krapyak
Akibat serangan brutal tersebut, bangunan pesantren yang baru berusia sekitar 10 tahun itu porak-poranda. Kitab-kitab dihancurkan dan dibakar oleh Belanda.
Pesantren menjadi salah satu basis rakyat Indonesia dalam melakukan perlawanan yang sangat kuat terhadap para penjajah sejak zaman Belanda hingga Jepang .
Para Kyai dan pesantrennya sering menjadi sasaran tuduhan serta penangkapan pada masa perang dunia kedua dan Jepang kalah dari Sekutu .***