Pemilik kebun durian yang merasa senang dengan kehadiran para santri pun menyuguhkan banyak durian secara gratis untuk mereka.
Di sisi lain, sekawanan santri tersebut merasa senang. Mereka bisa menikmati durian tanpa harus membeli ataupun membayarnya.
Rezeki tanpa disangka dan diduga, mungkin begitu pikir mereka.
Namun ada satu orang yang tidak mau menyentuh durian gratis tersebut. Ia adalah Tuan Guru Sekumpul.
Tuan Guru Sekumpul tidak mau ikut makan buah durian karena antara ia dan pemilik tidak ada akad jual beli.
Memang benar pemilik telah menghadiahkan buah durian untuk mereka dan itu halal.
Namun, bukankah pemilik mau menghadiahkan karena mereka tahlilan di pondoknya. Tahlilan yang tanpa diundang dan diminta olehnya.
Ada bias syubhat dalam pandangan Tuan Guru Sekumpul.
Tuan Guru Sekumpul memilih untuk bersifat waro, tidak mau menikmati buah pemberian tersebut.
Sifat waro Tuan Guru Sekumpul, yang diwarisi dari ayahnya, terus diamalkannya hingga akhir hayatnya.