Ucapan selamat datang meluncur, disusul dengan pujian terhadap tamu. Perempuan itu juga memuji Darsun sembari menunggunya pulang.
Seperti biasa, Darsun pulang dengan membawa kayu bakar. Hanya saja, hari itu ia tak lagi bersama singa.
Beban kayu bakar ia pikul sendiri di atas pundak. Darsun terlihat kian payah. Tapi sambutan yang menyenangkan terhadap saudaranya itu tidak berubah.
Tentang dua suasana berbeda yang ia alami, sebelum pamit Dullah memberanikan diri bertanya kepada Darsun.
Mengapa perempuan yang menyambutnya berbeda dari perempuan tahun sebelumnya? Kemana pula singa perkasa yang dulu menggotong kayu itu.
Darsun memberi tahu, Saudaraku, istriku yang berperilaku tercela itu telah meninggal dunia. Aku berusaha sabar atas perangai buruknya.
Sehingga Allah memberi kemudahanku untuk menaklukkan singa. Karena kesabaranku itu. Lalu aku menikah lagi dengan perempuan salehah.
Aku sangat berbahagia dengannya. Hingga singa itu di jauhkan dariku dan memaksaku memikul sendiri kayu bakarku.
Apa yang diceritakan Syekh Nawawi ini tentu bukan ingin melegitimasi perangai buruk seorang istri.
Karena dalam kitab yang sama, ia berulang kali mengharuskan perempuan bersikap patuh dan menjaga tata krama terhadap suami.