Pesan Syekh Athaillah di Sadili kepada Syarif Hidayatullah:
“Perkara lampah kang katiti, sira aja ngebat-tebat. Den basaja sira iku, aja langguk ing wicara, sira aja ilok anglaluwih ing padaning manusa. Iku lampah kang sampurna jati. Pan sira aja susah tatapa ing gunung utawa guane iku dadi takabur. Sira laku tapaha maring ingkang remening jalma. Lan duwea muhung. Wong kang luput den ampura. Mung semana lampah ingkang sejati” jelasnya.
(Mengenai langkah yang harus dijalani, janganlah kamu berlebihan, hiduplah dengan bersahaja, jangan sombong dalam bicara dan jangan berlebihan terhadap sesame manusia. Itulah langkah sempurna yang sejati. Bertapa di gunung atau di gua itu akan menjadikanmu takabur, lakukanlah tapa di tengah ramainya manusia. Milikilah sikap luhur dan maafkan orang yang salah, hanya itulah langkah yang sejati).
Baca Juga: Habib Luthfi Bin Yahya Ceritakan Keramat Hebat Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati dan Walisongo
Kemudian dalam tulisan Atlas Walisongo yang ditulis Agus Sunyoto dalam analisisnya bahwa keilmuan Syarif Hidayatullah, seperti di atas menyebutnya dengan “diwarnai cerita-cerita absurd yang perlu penafsiran untuk mengetahui kebernaran historisnya”.
Memang penelitian ini perlu dilanjutkan lagi, khusus mengenai guru dan ajaran Syarif Hidayatullah, untuk mendalami apa yang dinyatakan Agus Sunyoto.
Selain itu, dalam Naskah Mertasinga terdapat beberapa nama guru Sunan Gunung Jati diantaranya Syekh Najmudin Kubra, Syekh Muhamad Athaillah, Syekh Sidiq, Syekh Benthong, Datuk Bahrul, dan Sunan Ampel.
Kemudian Sunan Gunung Jati pada ulama ini belajar tentang Tarekat Naksabandiyah, Tarekat Istikai dan Tarekat Satariyah.
Baca Juga: Indonesia Masters 2022: The Minions Comeback, Terbuka Peluang All Indonesian Final
Pada saat menuntut ilmu pada Syekh Najmudin Kubro Sunan Gunung Jati dikisahkan cepat menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan.