Misteri Ajaran Prabu Siliwangi, Jasa Sang Prabu Dalam Penyebaran Islam Oleh Sunan Gunung Jati

- 25 Maret 2022, 13:50 WIB
Misteri Ajaran Prabu Siliwangi, Jasa Sang Prabu Dalam Penyebaran Islam Oleh Sunan Gunung Jati
Misteri Ajaran Prabu Siliwangi, Jasa Sang Prabu Dalam Penyebaran Islam Oleh Sunan Gunung Jati /SS YouTube Insight & Inspiratif

PORTAL MAJALENGKA - Masih menjadi misteri ajaran atau agama apa yang dianut sang kakek dari Sunan Gunung Jati atau Prabu Siliwangi.

Sosok Prabu Siliwangi yang merupakan kakek dari Sunan Gunung Jati, dalam beberapa babad akan ditemui beberapa perbedaan ajaran apa yang dia anut.

Sebagian naskah sejarah mengatakan, kalau kakek dari Sunan Gunung Jati ini mau mengikuti cucunya untuk memeluk Islam.

Baca Juga: FAKTA KUJANG PUSAKA Milik Prabu Siliwangi Kakek Sunan Gunung Jati, Jadi Simbol Provinsi Jawa Barat

Hal itu tertulis dalam buku sejarah karangan Agus Sunyoto yang berjudul Atlas Walisongo.

Namun beberapa sejarah lainnya mengatakan, Prabu Siliwangi tidak mau mengikuti ajaran Islam.

Prabu Siliwangi memutuskan melakukan mukso, untuk menghindari pertarungan dengan sang cucu.

Baca Juga: PRABU SILIWANGI KAKEK SUNAN GUNUNG JATI Miliki Dua Pusaka Sakti : Kujang Pusata dan Keris Naga Runting

Banyak penelitian sejarah tentang Prabu Siliwangi hingga kini. Hal ini dilakukan untuk diketahui hakikat personalitas dan pesan-pesan moral luhur yang ditinggalkannya.

Prabu Siliwangi dikenal sebagai Raja Kerajaan Pakuan Pajajaran yang mencapai era keemasan.

Di akhir-akhir masa pemerintahan Prabu Siliwangi ini bersamaan dengan masuknya ajaran agama Islam ke Tatar Pasundan.

Baca Juga: PRABU SILIWANGI PALING SAKTI di Antara 5 Raja Kerajaan Galuh Pakuan Padjajaran

Terdapat Dalam buku Siliwangi dari Masa ke Masa, yang ditulis oleh tim penulis sejarah Kodam Siliwangi. 

Dalam buku itu menjelaskan siapa sebenarnya sosok Prabu Siliwangi yang sesehngguhnya.

Menurut sumber-sumber prasasti bahwa Prabu Niskala Wastukancana atau Prabu Wangi memerintah di Kawali-Galuh, Priangan Timur.

Baca Juga: Indahnya Kolam di Petilasan Prabu Siliwangi, Keanehan Ikan Dewa dan Pohon Seribu Akar Pajajar Majalengka

Prabu Wangi pada usia muda sekali telah dinobatkan menjadi raja. Oleh karenanya kekuasaan pemerintahannya lama sekali, yaitu selama 104 tahun sejak 1363 sampai 1467.

Pada prasasti Kawali dikatakan bahwa Prabu Niskala Wastukancana dalam pemerintahannya yang lama itu mencapai masa kejayaan dan kemakmuran negaranya, keraton kerajaannya bernama Surawisesa.

Dengan demikian Prabu Wangi sebagai raja, sangat terkenal di kalangan masyarakat luas.

Baca Juga: Sunan Gunung Jati Penyebab Prabu Siliwangi Marah dan Ingin Menyerang Cirebon

Rahiyang Dewa Niskala yaitu putra Prabu Niskala Wastukancana, yang berarti pula
ayah Prabu Siliwangi, tidak dijumpai dalam babad, wawacan, atau cerita pantun.

Sedangkan nama Prabu Siliwangi, sebagai cucu Prabu Wangi, selalu menjadi tokoh dalam babad, wawacan, dan cerita pantun.

Sehingga dengan demikian (nama) Prabu Siliwangi tersebar luas dan dikenal baik di kalangan rakyat luas.

Dalam naskah Carita Parahiyangan dikatakan bahwa pengganti Prabu Wangi yang kemudian terkenal sebagai tokoh kedua dalam pemerintahan kerajaan (Pajajaran) ialah:

Ratu Purana, Prabu Guru Dewataprana, Ratu Jayadewa, Sri Baduga Maharaja dan ada lagi nama-nama yang lainnya.

Raja ini memerintah di Pakuan Pajajaran selama 39 tahun (tahun 1474-1513). Jadi pemerintahannya itu tidak lagi di Kawali-Galuh, Priangan Timur; melainkan di daerah Priangan Barat, sekitar daerah Bogor.

Berdasarkan prasasti yang ada, hanya Sri Baduga seorang yang secara resmi pernah
berganti gelar.

Mula-mula bergelar Prabu Guru Dewata Prana, kemudian ia berganti gelar menjadi Sri Baduga Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.

Nama atau gelar baru ini sangat indah karena itu dalam Carita Parahyangan, ia
disebut “Sriman Sri Wacana”. Artinya, yang termasyhur bernama indah.

Gelar dalam prasasti Batu tulis disebut ngaran dan nama yang termasyhur (harum = wangi).

Dalam bahasa Sunda disebut wawangi atau wangi. Karena pernah berganti gelar itulah kemungkinan besar (alasan) rakyat menyebut Sri Baduga dengan Siliwangi, yang artinya berganti nama atau gelar.

Demikian pula dalam babad dikatakan bahwa Siliwangi itu berarti

“asilih wawangian”.

Kata “silih” yang berarti menggantikan dan “wangi” yang berarti harum atau masyhur, mengandung arti secara simbolik, bahwa Prabu Siliwangi menggantikan Prabu Wangi dalam segala kejayaan dan kebesarannya.

Maka dapat kita katakan, bahwa masa Siliwangi adalah masa kejayaan Pajajaran, seperti halnya masa kejayaan Kedatuan Sriwijaya atau Keprabuan Majapahit.” (Jarahdam Siliwangi, 1968: 7-8).

Sulyana WH et al. menegaskan, sosok Prabu Siliwangi adalah Sri Baduga Maharaja, yang memimpin Kerajaan Pakuan Pajajaran.

Wilayah Pajajaran ketika itu meliputi Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Kalapa, Karawang, dan Cimanuk.

Selain itu, Sri Baduga juga dikenal sebagai “Ratu Pakuan” dan “Ratu Sunda”. (Sulyana et al., 2006: 38).

Prabu Siliwangi memiliki isteri yang beragama Islam, bernama Subang Larang.
Darinya Prabu Siliwangi memiliki anak Walangsungsang, Rara Santang, Rajasangara, dan lainnya.

Mereka semua beragama Islam. Oleh guru agama Islam di Ampara Jati, Syekh Datuk
Kahfi, Walangsungsang diberi nama Ki Samadullah.

Tahun 1445 Ki Samadullah ini mendirikan pemukiman di hutan pantai, dengan nama Cirebon Larang atau Cirebon Pasisir.

Selanjutnya pemukiman ini dipimpin Ki Danusela. Setelah naik Haji, Walang Sungsang diberi gelar Haji Abdullah Iman dari gurunya di Makkah.

Walangsungsang juga menikahi putri Ki Danusela, Renta Riris (Kancanalarang).

Setelah Ki Danusela wafat, Walang Sungsang menggantikan menjadi pemimpin Cirebonlarang.

Dengan bantuan keuangan kakeknya, Ki Gedeng Tapa, Walang Sungsang membangun keraton pasukan.

Bahkan Sri Baduga merestui dengan mengutus Ki Jagabaya untuk menyampaikan tanda kekuasaan dan memberi gelar kepada Walangsungsang, Sri Mangana.

Syarif Hidayat, putra Rara Santang atau cucu Prabu Siliwangi, datang dan menetap di Cirebon, lalu menjadi guru agama Islam menggantikan Syekh Datuk Kahfi yang wafat.

Walangsungsang menobatkan dia menjadi Tumenggung Cirebon. Saat Syarif Hidayat
menjadi tumenggung, agama Islam telah menyebar hingga ke Kuningan dan Laragung.

Pada tahun 1482 Syarif Hidayat diangkat menjadi raja Cirebon dengan gelar Susuhunan Jati. (Sulyana et al., 2006: 39-40).

Dapat dimengerti, akhir era kekuasaan Prabu Siliwangi dekat dengan awal berkembangnya Islam di Tanah Priangan.

Bisa dikatakan, beliau ikut berjasa mendukung berkembangnya dakwah Islam itu sendiri, dengan menikahi seorang wanita bangsawan Muslimah, Subang Larang, dan bersikap toleran.

Prabu Siliwangi juga membolehkan anak-
anaknya dari Subang Larang memeluk agama seperti ibunya; suatu sikap yang sulit untuk di zamannya.

Itulah sekelumit sejarah tentang Prabu Siliwangi, yang ternyata selain Raja Pajajaran yang sangat besar, ia juga merupakan tokoh yang berjasa besar dalam penyebaran ajaran Islam di Tatar Pasundan

Karena dari Raja Pajajaran inilah lahir putra-putra yang menjadi pendakwah ajaran islam di Tanah Jawa, mudah-mudahan bermanfaat.***

 

Editor: Muhammad Ayus

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah