Sering Terjadi Konflik Agraria, Beginilah Sistem Kepemilikan Tanah di Jawa Zaman Dulu

- 9 Februari 2022, 23:55 WIB
Dokumen dan Ilustrasi. FPPI Kota Makassar tuntut penyelesaian konflik agraria dan UUPA
Dokumen dan Ilustrasi. FPPI Kota Makassar tuntut penyelesaian konflik agraria dan UUPA /Jurnal Makassar/Muslim

2. Norowito Gogolan, pakulen, playangan, kasikepan adalah tanah pertanian milik bersama. Berdasarkan tanah tersebut warga dapat memperoleh bagian dengan syarat-syarat tertentu. Untuk memiliki hak garap seseorang syaratnya harus sudah menikah, mempunyai rumah dan pekarangan, serta bersedia melakukan kerja wajib di desa.

3. Tanah Titisara, Bondo Deso, Kas Desa adalah tanah yang tuannya adalah pemerintah Desa. Biasanya tanah tersebut disewakan dengan mekanisme lelang kepada siapa pun yang ingin menggarapnya. Nantinya hasil itu digunakan untuk anggaran rutin pemeliharaan desa, pergi perbaikannya jalan, jembatan dan sarana umum lainnya.

Baca Juga: Spoiler Drama Squid Game Season 2 dan 3, Begini Kata Sutradara dan Pihak Netflix

4. Tanah Bengkok, adalah tanah milik desa yang diperuntukan untuk pejabat yang menjabat di pemerintahan desa. Biasanya hasilnya dianggap gaji atau honor pejabat tersebut.

Tidak beda jauh dengan Wiradi Kontjoranigrat juga berpendapat dalam bukunya "Sejarah Teori Antropologi, diterbitkan tahun 1987." Ia menyebutkan ada empat klasifikasi sistem kepemilikan tanah di Jawa, di antaranya;

1. Sistem Milik Umum atau Komunal dalam istilah Barat, tanah itu berarti secara pemakainnya beralih (Norowito);

Baca Juga: Ingin Nonton MotoGP Mandalika Secara Langsung? Simak Aturan dan Syarat Berikut

2. Sistem Milik Umum (Noworowito Giliran) secara pemakainnya tanah itu bergilir sesuai kesepakatan;

3. Sistem milik Umum secara tetap ( Norowito Ajeg) ;

4. Sistem kepemilikan tanah buang didapat secara turun temurun (yasa).

Halaman:

Editor: Husain Ali


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah