Jangan Salah Paham, Begini Penjelasan Gus Baha Mengenai Tradisi Ruwahan Dalam Masyarakat Jawa

26 Februari 2023, 17:47 WIB
Gus Baha menjelaskan asal-usul penyebutan bulan Ruwah dan tradisi Ruwatan masyarakat Jawa. /Berita Bantul/

PORTAL MAJALENGKA - Dalam hitungan kalender Hijriyah, sekarang sudah memasuki bulan Sya'ban. Dalam istilah masyarakat Jawa dikenal dengan bulan Ruwah.

Dalam definisinya Ruwah sendiri diangkat dari serapan bahasa Arab yaitu Arwah. Dalam salah satu penjelasan Gus Baha mengenai asal muasal bulan Ruwah dikenal dengan istilah Ruwahan sendiri berawal dari tradisi orang Indonesia yang mengikuti tradisi dari orang Yaman.

Dia menjelaskan bahwa di Negara Yaman sana ada haulnya nabi Hud AS yang diselenggarakan pada bulan Sya'ban, sehingga kyai-kyai Jawa mengirimkan do'a ketika bulan Sya'ban atau Ruwah. Maka munculah istilah Ruwahan dalam tradisi masyarakat Jawa.

Baca Juga: Hikmah Malam Nishfu Syaban dari Penjelasan Buya Husein Muhammad

Ruwahan ini merupakan tradisi kebudayaan orang Jawa untuk mengirim doa kepada orang yang sudah meninggal baik itu orangtua, kakek, nenek, dan lain sebagainya.

Tradisi ruwahan biasanya dilakukan mulai pertengahan bulan Ruwah (bulan kedelapan dalam kalender Jawa) atau bulan Sya’ban dalam kalender Hijriah, oleh karena itu disebut ruwahan. Orang Jawa dahulu melakukan tradisi ruwahan setelah Nishfu Sya’ban yaitu pada tanggal 15 Sya’ban atau orang menyebutnya “beratan”.

Karena pada Nishfu Sya’ban atau “beratan” ini orang Jawa merayakan budaya hari lupakan dengan membuat kupat dan lepet. Di tradisi ruwahan ini, masyarakat Jawa melakukan sedekah dengan cara membagikan makanan kepada tetangga maupun saudara.

Setelah melakukan tradisi ruwahan, acara pun dilanjutkan dengan melakukan tradisi nyadran yaitu membersihkan makam keluarga. Membersihkan makam juga merupakan bentuk perhatian sekaligus bukti bahwa ia tidak akan melupakan orang tua dan saudaranya meskipun sudah tiada. Tentu pula tradisinya ini untuk menyambut dan menghormati datangnya bulan suci Ramadhan.

Baca Juga: NGAJI GUS BAHA, Kisah Raja Arab yang Hobi Nikahi Gadis Cantik, Kalah Saing dari Ajudannya Sendiri

Adapun tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam bulan Sya'ban atau Ruwah    yang biasanya dilakukan pada pertengahan bulan Ruwah, masyarakat melakukan sedekah dengan membagikan makanan berupa kolak pisang, kue apem, dan ketan kepada para tetangga.

Biasanya saat ruwahan ada makanan yang wajib ada seperti kolak, kue apem, dan ketan. Konon, makanan tersebut mengandung makna.

Kolak untuk mengingatkan adanya Sang Khaliq atau Sang Maha Pencipta.

Kue apem untuk mengingatkan agar kita minta ampun atau bertobat.

Ketan untuk mengingatkan hati yang bersih dan selalu lekat dengan sesama.

Baca Juga: Audit Syar’i Gus Baha: Penting Mana Bangun Masjid atau Menikahkan Janda?

Kalau sedekah dengan membagikan makanan dilakukan sendiri-sendiri, ada pula sedekah yang dilakukan bersama-sama.

Dalam ruwahan bersama-sama, warga kampung berkumpul untuk mendoakan arwah leluhur.

Setiap keluarga besar mengeluarkan sedekah dengan membuat nasi tumpeng, lengkap dengan lauk pauknya. Nasi tumpeng tersebut kemudian akan dibagi-bagikan kepada warga kampung yang datang.

Setelah melakukan sedekah, acara pun dilanjutkan dengan membersihkan makam keluarga.

Dalam budaya Jawa, mendoakan orang tua, kakek, nenek, dan para leluhur merupakan bentuk penghormatan.

Baca Juga: Gus Baha: Allah SWT Malu Untuk Menyiksa Dua Orang Ini, Siapa Mereka?

Demikian arti atau makna dari tradisi ruwahan yang kerapkali dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Jawa menjelang bulan Ramadhan. *

Editor: Ayi Abdullah

Tags

Terkini

Terpopuler