Hasil Survei: Tiga dari 10 Pengguna Medsos Miliki Akun Anonim

- 9 Desember 2020, 14:00 WIB
Ilustrasi media sosial Twitter
Ilustrasi media sosial Twitter /Mizter_X94/PIXABAY

PORTAL MAJALENGKA - Studi dari perusahaan keamanan siber Kaspersky menunjukkan bahwa tiga dari 10 pengguna di Asia Pasifik (APAC) mengaku memiliki profil media sosial tanpa nama asli, foto, dan informasi identitas pribadi (PII).

Penelitian berjudul "Digital Reputation," yang dilakukan di antara 1.240 responden pada November di wilayah Asia Pasifik, menunjukkan bahwa kekuatan anonimitas paling banyak digunakan di Asia Tenggara sebesar 35 persen diikuti oleh Asia Selatan sebesar 28 persen dan Australia sebesar 20 persen.

Dari tujuan awal membangun koneksi dengan teman dan keluarga, menurut General Manage untuk Asia Tenggara di Kaspersky, Yeo Siang Tiong, media sosial telah berkembang dan akan terus berkembang dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca Juga: Hari Ini Indramayu Memilih Bupati dan Wakil Bupati Periode 2020-2024, Berikut 4 Pasangan Kandidatnya

"Media sosial telah memainkan peran kunci dalam cara kita bersosialisasi dan mengidentifikasi satu sama lain, tetapi sekarang, kitai telah sampai di persimpangan jalan di mana profil virtual individu dan perusahaan digunakan sebagai parameter untuk sebuah evaluasi atau penilaian," ujar Yeo Siang Tiong, dalam konferensi pers virtual, Selasa dikutip dari Antara.

Platform yang paling banyak digunakan oleh pengguna yang ingin menjaga identitasnya adalah Facebook (70 persen), YouTube (37 persen), Instagram (33 persen), dan Twitter (25 persen).

Survei terbaru tersebut mengonfirmasi bahwa konsumen sekarang meminta pertanggungjawaban perusahaan atas reputasi online mereka, cara yang sama seperti individu menentukan skor kredit seseorang melalui prilaku media sosial, untuk menyaring kemampuan kerja seseorang, dan bahkan untuk menolak atau menyetujui permintaan visa seseorang.

Baca Juga: Beredar Foto Hasil Tes Swab Covid-19 Milik Habib Rizieq Shihab Positif, Cek Faktanya

"Dengan dampak ke dunia nyata ini, kita harus mempelajari tindakan penyeimbangan yang baik antara privasi dan keamanan demi mengamankan reputasi digital kita yang semakin krusial," Yeo Siang Tiong menambahkan.

Meskipun mungkin tidak terdengar seperti hal yang umum, penggunaan "profil tanpa nama dan wajah" memiliki dua persepsi.

Hasil survei mengungkap bagaimana kenyataan ini memungkinkan individu untuk mengejar hasrat mereka dan memanfaatkan kebebasan berbicara tetapi pada saat yang sama juga untuk melakukan aktivitas yang berbahaya dan merugikan.

Baca Juga: Covid-19 Bisa Sebabkan Disfungsi Ereksi pada Pria

Persentase yang dikuantifikasi adalah bahwa hampir setengah (49 persen) dari yang disurvei menyatakan bahwa mereka menggunakan akun anonim untuk memanfaatkan kebebasan berbicara tanpa memengaruhi reputasi mereka, sementara 48 persen ingin mencurahkan kepentingan dan minat rahasia mereka tanpa diketahui oleh sesama teman atau kolega.

Lebih dari seperempat (34 persen) juga menggunakan akun anonim untuk menentang argumen seseorang atau berita online tanpa menggunakan identitas asli.

Walaupun survei juga menunjukkan 30 persen orang menggunakan akun media sosial anonim untuk aktivitas yang cukup tidak berbahaya seperti berbagi informasi tentang kesukaan dan artis favorit mereka, dan 22 persen juga terlibat dalam stalking online.

Baca Juga: Perjanjian Antara Alien dan Amerika Serikat, Ini Tanggapan Mantan Kepala Ruang Angkasa Israel

Hanya sebagian kecil (3 persen) yang melaporkan menggunakan akun anonim untuk menangkis email spam dari akun asli, menghindari doxing, berfungsi sebagai alternatif untuk tujuan lain seperti bermain game, dan mencegah pihak eksternal memiliki akses ke akun email asli mereka.

Inti dari temuan ini adalah bahwa konsumen di Asia Pasifik kini semakin menyadari reputasi yang mereka bangun secara online dan pentingnya reputasi tersebut bagi kehidupan nyata mereka.

Atas alasan tersebut, maka tidak mengherankan jika 49 persen responden akan mengecek akun media sosial suatu merek atau perusahaan sebelum membeli barang atau jasanya.

Baca Juga: PGRI Kota Bogor Usulkan Guru Divaksinasi Sebelum PTM Dimulai

Satu hal yang perlu diperhatikan untuk bisnis adalah lebih dari setengah (51 persen) responden survei menggarisbawahi pentingnya reputasi online perusahaan.

Hampir 5 dari 10 (48 persen) menyatakan bahwa mereka menghindari perusahaan yang terlibat dalam insiden atau telah menerima liputan berita negatif secara online.

Selain itu, 38 persen juga berhenti menggunakan produk perusahaan atau merek setelah terlibat dalam semacam krisis online.

Baca Juga: BPOM Pastikan Aspek Keamanan, Efektivitas, dan Mutu MUI Kawal Aspek Kehalalan Vaksin Covid-19

Halaman:

Editor: Andra Adyatama

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x