Sejarah dan Asal-usul Istilah Kaki Lima, Sudah Tahu Apa Ingin Tahu?

31 Desember 2021, 19:45 WIB
Ilustrasi PKL. /Dok PRFMNEWS.

PORTAL MAJALENGKA -- Istilah kaki lima telah demikian populer di tanah air. Istilah itu dikenal sejak ujung barat Indonesia hingga ujung timur.

Di wilayah Manado, Gorontalo, Makassar, hingga Sorong di Papua Barat istilah kaki lima disematkan kepada para pedagang yang menggelar dagangan di pinggir jalan, termasuk trotoar.

Muncul anggapan istilah kaki lima berasal dari para pedagang yang kerap ditemui berjualan di pinggir jalan.

Baca Juga: Mantan Pacar Amelia dan Sosok di Balik Sketsa Pelaku Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang

Di zaman dahulu pedagang belum menggunakan gerobak yang didorong-dorong seperti penjual bakso seperti sekarang. Di zaman dahulu pedagang memikul dagangan.

Muncul dugaan istilah kaki lima berasal dari jumlah kaki pedagang dan keranjang yang dipikulnya. 

Dengan asumsi, jumlah dua keranjang yang dipikul dihitung dua kaki, pikulan yang sering disandarkan dihitung satu kaki, dan pedagangnya memiliki dua kaki. Jika dikalkulasi, semuanya berjumlah lima.

Baca Juga: Beckham Putra Pemain Persib Bandung Dilirik Shin Tae-Yong, Diminta Bermain di Klub Eropa

Namun benarkah demikian asal-usul istilah kaki lima? Kalau benar seperti asumsi di atas, mengapa disebut kaki lima dan bukan lima kaki?

Penelusuran terhadap sejarah dan asal-usul istilah kaki lima pada sejumlah sumber menemukan, istilah kaki lima sebenarnya telah dikenal sejak sekitar tahun 1816 yang lalu.

Disebut, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles ingin melakukan penataan kota sehingga lebih ramah terhadap pejalan kaki, seperti kota-kota besar di Eropa kala itu.

Baca Juga: INDONESIA BANGKIT! Shin Tae-Yong Bakal Lakukan Ini untuk Bungkam Thailand di Final Leg Kedua

Raffles memerintahkan agar rumah-rumah di pinggir-pinggir jalan utama Kota Batavia menyediakan lahan bagi pejalan kaki. Bagian itu ditinggikan setinggi satu kaki dan lebar seluas lima kaki (five feet).

Bagian itu harus berada di pinggir jalan di depan setiap rumah di jalan-jalan utama kota.

Sejak itu pula muncul bagian jalan yang kini disebut trotoar bagi pejalan kaki. Ukurannya pun tidak berbeda dengan yang ditentukan Raffles, yakni selebar lima kaki atau 150 centimeter, tinggi satu kaki atau 30 centimeter.

Penduduk asli Kota Batavia, yakni orang-orang Betawi menyebut bagian yang kini bernama trotoar itu dengan istilah hasil terjemahan langsung kata five feet, menjadi kaki lima.

Sejak itu pula para pedagang yang menggelar barang-barang jualan di pinggir jalan dan di atas trotoar disebut pedagang kaki lima.

Istilah kaki lima dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Indonesia. ***

Editor: Muhammad Ayus

Tags

Terkini

Terpopuler