Kita dan Politik

- 21 Agustus 2020, 19:15 WIB
Gedung MPR DPR RI
Gedung MPR DPR RI /

KAMI butuh bukti bukan janji”.. “Saatnya memilih yang peduli”.. “5 menit menentukan 5 tahun”..

Kalimat-kalimat template tersebut sering dilontarkan masyarakat menjelang dan saat memasuki pesta politik, baik pilkada, pileg, maupun pilpres.

Tapi slogan hanya tinggal slogan, karena kekecewaan sering muncul ketika kenyataan tidak sesuai harapan. Siapa yang salah?

Kita..ya..kita yang salah..karena kita berpolitik tapi tidak peduli.

Kita hanya jadi alat bukan sebagai pelaku.

“Kita” adalah mayoritas masyarakat Indonesia yang belum dewasa dari sisi politik. Padahal sudah lebih setengah abad kita Merdeka, dan menggunakan politik ketika memilih pemimpin.

Kita tunapolitik (tidak mempunyai pengetahuan tentang politik). Yang hanya melihat politik dari kulitnya saja, yang membuat para pelaku politik terbiasa menggunakan janji sebagai komoditas dan media menuju kekuasaan.

Politik menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan. Yang perlu digarisbawahi adalah pengetahuan; tahu. Untuk tahu maka perlu mencari dan mepelajari.

Albert Einstein pernah bilang learning is EARN-ing, learning is FIND-ing, learning is DISCOVER-ing.

Pembelajaran atau pengetahuan adalah mendapatkan, pengetahuan adalah mencari, dan pengetahuan adalah menemukan. Ini kata kerjanya aktif semua.

Karena mengetahui adalah semua tentang aktif, merangkai aktivitas dalam menggali pengalaman.

Jika semua itu tidak dilakukan, maka yang tersisa sekadar mendengar dan menatap informasi tanpa diketahui kebenarannya (hoax).

Jika itu berlaku untuk politik, minimal lima tahun kita akan selalu menyesali pilihan karena tidak banyak mencari informasi yang akurat.

Karena yang dipilih juga mencerminkan siapa yang memilih.

Politik dalam bahasa Yunani politicos berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara. (Meskipun ada banyak arti politik yang disampaikan para ahli).

Dari warga negara, jelas sudah bahwa kita (kalau merasa) warga Negara adalah pilar dari politik.

Jangan merasa dibohongi oleh politikus, jika kita sendiri yang membuka peluang mereka membohongi kita.

Ketika warga negara sudah tidak tunapolitik maka iklim politik akan semakin bersahabat.

Politikus tidak lagi punya peluang basa-basi, karena yang mereka wakili dan mereka pimpin sudah melek politik.

Disinilah pentingnya pendidikan politik untuk masyarakat. Pendidikan politik merupakan bagian tak terpisahkan dari sosialisasi politik, baik secara konsep atau praktiknya.

Istilah pendidikan politik menggambarkan setiap proses yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dinamika politik yang terjadi.

Politik itu dinamis dan masyarakat harus sadar, salah satunya lewat pendidikan politik.

Sederhananya, pendidikan politik adalah upaya kelompok tertentu untuk membebaskan manusia dari “penjara” kemiskinan sosial untuk kemudian memiliki kontribusi pada proses politik yang sedang terjadi.

Terutama pada persoalan yang menyangkut langsung dengan kepentingan hidupnya.

Jelas bahwa semua masyarakat harus memiliki kontribusi.

Tentunya tidak semua harus menjadi calon kepala daerah atau calon legislatif, karena semua ada tempatnya dan ada proporsinya.

Media dan lembaga-lembaga masyarakat punya peran penting menyampaikan pendidikan politik.

Semuanya untuk tujuan yang sama, menghapuskan tunapolitik demi Indonesia yang lebih baik.

Cari tahu rekam jejak para calon pemimpin dan wakil kita, jangan hanya modal “katanya”.

Kita adalah bagian dari Negara, kita adalah bagian dari politik itu sendiri, baik sebagai pelaku atau alat. Jangan diam, karena kita berpolitik untuk Indonesia lebih baik.***

Editor: Andra Adyatama


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x