Surat Edaran Kemenaker Tentang Upah Minimum 2021, Ketua SPN Majalengka: Itu Tidak Pro Buruh

30 Oktober 2020, 18:52 WIB
Buruh kerja menyelesaikan produksi pakaian di sebuah perusahaan konveksi di Bandung, Jawa Barat, Senin (12/10/2020). Presiden Joko Widodo menyatakan, Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), akan tetap ada meskipun UU Cipta Kerja telah disahkan oleh DPR. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp. /RAISAN AL FARISI/ANTARA FOTO

PORTAL MAJALENGKA - Pimpinan Serikat Pekerja (PSP) Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Majalengka, Egiyana Amambar mengatakan, pihaknya menolak terkait surat edaran Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) RI tentang upah minimum tahun 2021 yang tidak mengalami kenaikan.

Menurut Egi, Upah minimum tidak naik atau sama dengan tahun 2020 sekarang itu sangat tidak berpihak kepada kaum buruh walaupun dengan alasan Pandemi Covid 19.

Egi menambahkan, kaum buruh pun dari awal maraknya kasus Covid 19 di Indonesia sudah banyak mengalami kerugian.

Baca Juga: Bandara Kertajati yang Telan Biaya Pembangunan Hampir Rp 3 Triliun, Kini Cuma Jadi tempat Prewedding

Mulai dari beberapa pekerja yang dirumahkan tidak dibayar selama berbulan-bulan.

Bahkan sampai sekarang tidak ada tindakan tegas dari pemerintah kepada perusahaan yang tidak membayar sepeserpun haknya kepada buruh, kondisi tersebut lebih parah dengan di tambah lagi Omnibus Law atau UU Cipta Kerja.

“Upah Minimum tidak naik akan sangat menambah penderitaan kaum buruh karena kebutuhan tiap tahun nya semakin bertambah. Harga bahan pokok juga pasti naik , Saya pikir pemerintah harus mengkaji ulang terkait upah minimum tidak naik itu karena akan menambah penderitaan kaum buruh,” ujarnya, Jumat 30 Oktober 2020.

Baca Juga: PSSI Serahkan Format Liga ke PT LIB

Ia lantas membandingkan kondisi krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000. Sebagai contoh kata dia, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi 1998 minus 17,49 persen.

Egi mengatakan, hal serupa juga terjadi dengan upah minimum dari 1999 ke 2000. Saat itu ucapnya, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi 1999 minus 0,29 persen.

Diungkapkan Egi, kenaikan upah minimum pada tahun depan justru akan mendorong pertumbuhan ekonomi karena adanya kenaikan daya beli pekerja. Selain itu, lanjut dia, tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi Covid-19.

Baca Juga: Dengan Siskohat Mobile, Proses Pendaftaran Haji Kurang Dari Setengah Jam

Oleh karena itu, SPN meminta kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional. Bagi perusahaan yang masih mampu harus menaikkan upah minimum.

Lalu, untuk perusahaan yang memang tidak mampu, undang-undang sudah menyediakan jalan keluar dengan melakukan penangguhan upah minimum.

Lebih lanjut Egi juga menyebut kalau pemerintah, tidak memiliki empati pada nasib buruh saat ini.

Baca Juga: PT LIB : Lanjutan Liga 1 Paling Aman Februari 2021

"Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata," kata dia.

Dia berharap pemerintah bisa mencontoh kebijakan upah minimum saat Indonesia dilanda krisis.

Baca Juga: Jelang Puncak Arus Balik Libur Maulid Nabi Muhammad SAW, Ini Tips Berkendara Aman di Tol!

Kenaikan upah tetap diberlakukan kepada buruh yang bekerja di perusahaan yang relatif tidak terdampak pandemi.

"Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat," sebut dia.***

Editor: Andra Adyatama

Tags

Terkini

Terpopuler