INTIP Transportasi Perahu Hubungkan 2 Kecamatan di Majalengka, Membelah Sungai Cimanuk yang Besar

18 Desember 2022, 19:48 WIB
INTIP Transportasi Perahu Hubungkan 2 Kecamatan di Majalengka, Membelah Sungai Cimanuk yang Besar /Kabar Cirebon/Tati Purnawati/

PORTAL MAJALENGKA - Intip transportasi yang menghubungkan dua kecamatan di Majalengka menggunakan perahu.

Dua kecamatan tersebut adalah Ligung dan Jatitujuh yang terletak di bagian Utara Majalengka berbatasan dengan Indramayu.

Baik warga Ligung atau Jatitujuh yang ingin memotong jalan menyeberangi Sungai Cimanuk dengan menggunakan perahu.

Baca Juga: Meski Jarang Tampil, Popularitas Artis Asal Majalengka Ini Tak Pernah Memudar

Jasa perahu penyeberangan untuk transportasi air menyeberangi Sungai Cimanuk untuk memperpendek jarak tempuh antara kedua kecamatan.

Terdapat dua perahu penyeberangan antara Kecamatan Jatitujuh dan Ligung, yakni berada di Blok Danaraja dan Bojong Tirem, Desa Ampel, Kecamatan Ligung.

Semuanya adalah transportasi air antara Desa Pangkalanpari, Kecamatan Jatitujuh dan Desa Ampel, Kecamatan Ligung.

Baca Juga: Cerita Rakyat Majalengka, 2 Jin Gagal Nikah karena Kesiangan, Jejaknya Masih Ada sampai Sekarang

Jasa penyeberangan lewat jembatan darurat sebesar Rp 2.000 untuk setiap kali melintas.

Satu perahu yang berada di Blok Danaraja milik warga Desa Ampel yang dikelola dua orang pekerja Supri (25) dan Karyadi (40).

Perahu penyeberangan ini bisa ditumpangi beberapa orang dan 6 sepeda motor karena ukurannya cukup besar.

Baca Juga: Cerita Rakyat Majalengka, 2 Jin Gagal Nikah karena Kesiangan, Jejaknya Masih Ada sampai Sekarang

Perahu-perahu tersebut dilengkapi sebuah televisi, tempat tidur, kompor dan genset antisipasi listrik mati.

Sekaligus untuk membersihkan lumpur di jalan menuju perahu ketika banjir melanda, serta sejumlah kelengkapan lainnya.

Meski untuk menyeberang hanya butuh waktu lima menit, di perahu penyeberangan tersedia juga tempat duduk.

Pengelola perahu penyebrangan Supri mengatakan, ketika air surut pihaknya cukup memasang jembatan darurat, sehingga perahu tidak perlu dijalankan.

Warga penyeberang bisa langsung melintasi jembatan darurat yang terbuat dari kayu diikat dengan tali kawat berukuran lebar satu meter dan panjang kurang lebih 20 meter.

Jembatan kayu darurat itu tersambung ke badan perahu di bagian tengahnya.

Sementara itu, perahu yang berada di Bojong Tirem adalah milik Rustini, Wira, dan Nuripin warga Pangkalanpari, Kecamatan Jatitujuh yang mempekerjakan dua orang karyawan, Dedi dan Yogi.

Keduanya sudah sekitar 10 tahun bekerja sebagai nahkoda perahu.

Bedanya perahu yang dinahkodai Dedi dan Yogi ini tidak menyediakan jembatan kala sungai dangkal, mereka tetap mengandalkan tali kawat seling.

Pekerjaan mereka lebih melelahkan karena satu orang penumpang pun harus tetap diangkut, tidak peduli dari arah mana datangnya, baik dari Pangkalanpari ataupun Ampel.

Mereka bekerja selama 24 jam terkecuali jika banjir dengan ketinggian muka air melebihi ambang batas.

“Kalau banjir dan debit air besar hingga 700 meter kubik per detik kami berhenti tidak bekerja," katanya.

"Di grup kami saling mengabari posisi air sungai. Kondisi sekarang kedalaman sungai diperkirakan hanya 2 meteran,” ungkap Dedi.

Dia sekaligus menjadi pemantau debit air dan harus melaporkannya ke BBWS Cirebon atau Pengelola Bendung Rentang.

Dalam sehari, menurut Supri dan Dedi, penghasilan dari jasa penyeberangan perahu bisa memperoleh Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu.

Dari total penghasilan dibagi dua dengan pemilik perahu, sehingga mereka setiap harinya memperoleh upah antara Rp 75 ribu hingga Rp 100 ribu

Menyinggung risiko kecelakaan, pengendara sepeda motor yang kurang hati-hati ternyata bisa masuk ke sungai.

Dedi mengatakan, pernah ada pengendara yang sepeda motornya alami rem blong dan celaka. Namun, katanya, dapat segera ditolong dan akhirnya selamat.

Risiko terjun ke sungai bisa terjadi terlebih saat akan naik ke perahu karena turunan sangat curam dan jalan menuju perahu cukup sempit.

Apalagi panjang perahu terbatas, hanya sekitar 4 meter. Pengendara harus benar-benar tepat saat mengerem kendaraan.

Wilayah tersebut banyak didatangi warga dari berbagai daerah yang berniat memancing ikan di hari libur.

Mereka kebanyakan datang dari wilayah Sumedang. Di hari-hari itu, pendapatan nahkoda perahu pun bisa naik hingga Rp400 ribu.

Sementara itu, sejumlah penumpang seperti disampaikan Wasni, warga Blok Gembul, Desa Pangkalanpari, Reza dan Nita yang merupakan warga Desa Pangkalanpari, mereka memilih perahu untuk bepergian ke Pasar Ligung atau ke Cirebon.

Sebab,  jarak tempuh lebih dekat dan cepat. Jika harus melintasi jalan darat, mereka harus memutar, melintasi sejumlah desa dengan jarak tempuh lebih dari 8 km.

“Saya tiap hari kalau lagi molah melintas perahu. Kebun saya di Blok Bojong Jiwa, Desa Ampel,” kata Wasni yang mengendarai sepeda motor saat menaiki perahu.

Untuk bayar perahu penyeberangan Sungai Cimanuk, setiap harinya ia menghabiskan Rp4.000, ongkos cukup murah jika dibandingkan dengan memutar lewat jalan darat.

Demikian juga yang dikatakan Reza dan Nita. Mereka baru pulang belanja kerupuk dari Pasar Ligung saat diwawancara.

Menurut mereka, lebih nyaman naik perahu apalagi saat musim penghujan. Walaupun sungai pasang, keduanya tetap memilih naik perahu ketimbang memutar jalan darat.

Menurut Ki Bagus Nana Waskana, warga lainnya, jasa penyeberangan perahu sudah ada sejak puluhan tahun lalu.

Di Jatitujuh, banyak warga yang menyediakan perahu penyeberangan di Sungai Cimanuk karena tidak ada jembatan permanen ataupun jembatan gantung, entah apa alasannya.

Padahal menurutnya, cukup banyak warga yang membutuhkan akses jembatan. Warga Desa Sumber Kulon dan Wetan, Pangkalanpari, bahkan perbatasan Indramayu ketika akan bepergian ke Ligung, Jatiwangi, atau Cirebon selalu memanfaatkan jasa perahu.

“Kalau harus mutar, ya jauh apalagi malam hari melintasi toangan, ke sini kan deket. Malam hari perahu jalan,” katanya.***

Editor: Muhammad Ayus

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler