Setelah lima bulan, tanpa alasan yang jelas sang Raja memanggil kembali pembesar tersebut ke Istana. Ini ibarat hubungan laki-laki dan perempuan yang kemudian hamil tanpa menikah.
Tentu saja itu melanggar adat dan agama, dan menggegerkan seluruh negeri. Lagi pula apabila seorang mengeluarkan titah, tidak boleh mencabut perintahnya lagi.
Jika itu dilakukan, ibarat menjilat air ludah sendiri, itulah tanda-tanda pengecut. Oleh karena itu harus berpikir masak-masak sebelum bertindak.
Baca Juga: Derita Memuncak, Jangan Panik! Simak 7 Prinsip Kebahagiaan Menurut Gus Muwafiq
“Itulah tamsil seorang lelaki yang hendak bersalin, adapun dukun beranak yang ditunggu adalah baginda kemari,” kata Abu Nawas.
“Dengan kedatangan baginda kemari, berarti hamba sudah melahirkan, yang dimaksud dengan bersalin adalah hilangnya rasa sakit atau takut hamba kepada Baginda,” ucap Abu Nawas.
“Ketika aku melarang kamu datang lagi ke istana, itu tidak sungguh-sungguh, melainkan hanya bergurau. Besok datanglah engkau ke istana, aku ingin bicara denganmu,” jawab Raja.
“Memang di sana banyak menteri, tetapi tidak seperti kamu. Lagipula selama engkau tidak hadir di istana, selama itu pula hilang cahaya Balairungku,” ucap Raja.
“Segala titah baginda, patik junjung tinggi tuanku,” sembah Abu Nawas dengan takzim.
Baca Juga: CIRI KHUSUS Keturunan Sunan Gunung Jati dan Prabu Siliwangi, Berikut Artinya