Akhirnya, Gus Dur pun masuk dan mengambil salah satu pusaka. Ternyata, yang diambil Gus Dur adalah sebuah buku. Kemudian, ia diminta mengambil satu lagi dan memperoleh kain.
Begitu dibuka di luar ruangan, buku yang terambil adalah al-Quran. Artinya, al-Quran ini menjadi pegangan hidup.
“Kalau selendangnya sendiri, apa artinya Gus,” tanya Sastro. “Embuh, mungkin untuk nggendong bongso,” jawab Gus Dur. Yang artinya, “Tidak tahu, mungkin untuk menggendong bangsa”.
Selanjutnya, al-Quran yang terambil itu diminta kembali, sedangkan selendangnya boleh dibawa pulang. “Wah, beliau yang dimakamkan di sini ternyata wali Quthb yang menyembunyikan diri,” kata Gus Dur.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa sosok Gus Dur memiliki kemampuan di luar keumuman manusia lainnya.
Gus Dur mampu mengungkapkan sesuatu yang selama ini tidak diketahui oleh semua orang. Bahkan sesuatu yang sudah dianggap kurang baik menurut orang yang ada di wilayah tersebut.***