Membuat rombongan bingung, ditengah malam buta tersebut.
Para juru kunci dan abdi dalem yang ada semuanya berkumpul, lengkap, menyambut kedatangan Gus Dur tersebut dengan memakai seragam kebesarannya yang biasa dipakai ketika menerima tamu istimewa, seolah-olah sudah ada yang memberi tahu, padahal waktu itu belum ada HP sebagai alat komunikasi yang canggih.
Mereka pun langsung menuju pemakaman. Sebagaimana tradisi Nahdliyin, ketika berziarah, mereka pun memanjatkan dzikir dan tahlil serta mendoakan Sunan Gunung Jati yang telah berjasa menyebarkan Islam di Jawa Barat.
Usai tahlil, Gus Dur tertunduk dan diam saja. Ia lalu keluar dari ruangan tempat dzikir menuju halaman.
"Kok sudah pada siap dan siapa yang memberi tahu?” Dijawabnya, semua juru kunci dibangunkan malam-malam itu juga oleh koordinatornya, dan disuruh bersiap oleh Kanjeng Sunan dengan pesan “Cucuku mau datang ke sini.”
Ia pun hanya bisa manggut-manggut keheranan akan fenomena luar biasa ini.
Setelah dirasa cukup ziarahnya, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan ke Pekalongan sebagaimana rencana semula. Karena masih penasaran, ia lalu bertanya kepada Gus Dur, kapan dipanggil oleh Sunan Gunung Jati.
“Ya tadi, waktu perjalanan baru dipanggil, disuruh mampir. Ke Cirebon kok ngak mampir," jelasnya.